Semakin Panas! Bos Bahana Line vs Bos Meratus Line di Perkara Penggelapan BBM, Ada Ancaman Lapor Polisi Lagi

- 7 Februari 2023, 19:14 WIB
Suasana sidang perkara dugaan penggelapan BBM di Meratus Line
Suasana sidang perkara dugaan penggelapan BBM di Meratus Line /Zona Surabaya Raya

ZONA SURABAYA RAYA - Sidang perkara dugaan penggelapan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya semakin panas saja. Konflik antara PT Meratus Line dan PT Bahana Line kian terlihat kentara.

Ini setelah Direksi PT Bahana Ratno Tuhuteru yang merasa tersinggung, lantaran dikaitkan dengan perkara BBM bernilai miliaran Rupiah tersebut.

Padahal, perkara dugaan penggelapan BBM itu terkait internal karyawan Meratus Line.

Merasa geram dengan tudingan itu, Direktur PT Bahana Line Ratno Tuhuteru mengancam akan melaporkan Dirut Meratus Line Slamet Rahardjo dan internal auditornya Fenny Karyadi ke pihak Kepolisian.

Baca Juga: Demi Ikut 1 Abad NU di Sidoarjo, Warga Nahdhiyin Rela Tidur di Jalanan, Warkop dan Masjid

Niat mempolisikan bos Meratus Line diungkap Ratno Tuhuteru dalam sidang yang berlangsung di PN Surabaya.

"Yang Mulia, kami sangat geram sekali dengan cara Dirut Meratus Slamet Rahardjo dan Fenny Karyadi yang memaksakan mengkaitkan kami terlibat, padahal tidak ada bukti sama sekali. Kami sedang mempertimbangkan untuk melaporkan secara pidana tuduhan tersebut, " kata Direktur Operasional PT Bahana Line tersebut usai persidangan yang dikutip Selasa, 7 Februari 2023.

Diungkapkannya, bahwa secara sengaja PT Meratus terus mengorder minyak tanpa mau membayar sampai senilai Rp50 miliar.

Baca Juga: Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar tak Terlihat di Puncak 1 Abad NU, Ada Apa? Padahal Keluarga Gus Dur Hadir

Tidak hanya itu usai sidang, Ratno kepada media juga mengungkapkan keanehan internal audit PT Meratus yang awalnya mengaku rugi Rp 501 miliar kemudian Rp 94 Miliar dan berubah Rp 93 Miliar.

Kata dia, lebih aneh juga memasalahkan penghasilan dirinya mencapai Rp6 miliar dan Dirut PT Bahana Line Rp14 miliar selama tiga sampai empat tahun berjalan.

"Selama ini kami melayani sebagai priority customer malah menggerogoti dengan ngemplang utang. Sampai Dirut kami suruh stop melayani karena sudahlah y sampai Rp 50 miliar tidak dibayarkan, " kata Ratno Tuhuteru.

Dalam persidangan yang menghadirkan tiga orang manajemen dan satu pengawal keuangan PT Bahana Line itu, mereka hadir sebagai saksi dalam perkara dugaan penggelapan bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh 17 oknum karyawan PT Meratus Line dan Bahana.

Baca Juga: Pidato 7 Menit, Ini 10 Ungkapan Presiden Jokowi di 1 Abad NU, Nomor 5 dan 7 Paling Disukai Elit Penguasa

Dari keempat saksi tersebut, tidak satu pun yang mengetahui adalah perkara dugaan penggelapan oleh oknum karyawan kedua perusahaan, hingga mereka dipanggil polisi untuk dimintai keterangannya.

Ketiga saksi yang dimintai keterangannya di Pengadilan Negeri Surabaya itu antara lain, Direktur Utama PT Bahana Line; Hendro Suseno, Ratno Tuhuteru; Direktur 1, Komisaris; Sutino Tuhuteru, dan Sultan; bagian Pengawalan uang ke bank.

Dalam kesempatan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla dan jaksa Uwais Deffa awalnya menanyakan mengenai job description masing-masing saksi.

Secara bergiliran, keempat saksi menerangkan mengenai kewenangan jabatan masing-masing.

Baca Juga: Hore Siswa Miskin Bisa Masuk SD dan SMP Tanpa Pungutan, Instruksi Langsung dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi

Usai menanyakan job description para saksi, jaksa lalu mulai bertanya mengenai perkara hingga mereka menjadi saksi dalam kasus ini.

Secara seragam, masing-masing saksi awalnya tidak mengetahui permasalahan 17 orang terdakwa itu, hingga pada waktu tertentu mereka dimintai keterangan polisi dalam perkara penggelapan BBM yang menjerat para oknum karyawan kedua perusahaan.

"Awalnya saya tidak tahu, baru tahu ketika adanya pemeriksaan polisi soal penyelewengan BBM," ujar Ratno dijawab anggukan kepala oleh ketiga saksi lainnya.

Di awal persidangan ia sempat menjelaskan, sebagai Direktur yang membidangi pengawasan, ia tidak pernah mencium adanya ketidak beresan dalam berbisnis dengan PT Meratus Line.

Baca Juga: Bobol Bank BCA Surabaya Rp320 Juta, Pria ini Masih Minta Keringanan Usai Dihukum 3,5 Tahun Penjara

Selama dirinya menjabat, hubungan bisnis perusahaannya dengan PT Meratus selalu berjalan dengan baik.

"Selama ini ya baik-baik saja. Apalagi, Meratus ini termasuk customer priority sampai akhirnya tidak mau bayar Rp 50 miliar," tegasnya.

Ketidakberesan dengan PT Meratus mulai muncul saat 20 Desember 2021, mereka tak lagi mau membayar tagihan BBM dengan berbagai alasan tetapi terus mengorder.

Bahkan pihaknya sempat terus memasok kebutuhan BBM PT Meratus hingga mencapai nilai tagihan sebesar Rp50 miliar lebih.

Baca Juga: Operasi Keselamatan Lalulintas 14 Hari ke Depan, Ini Jenis Pelanggaran yang Diincar Polisi

Pada batas itu, Dirut PT Bahana Line, Hendro Suseno sempat marah dan menghentikan pasokan BLM ke Meratus.

"Iya saya sempat marah-marah, lah tidak dibayar kok masih disuplai BBM nya. Tanpa mengindahkan hubungan, kami yang harus juga memikirkan perusahaan terpaksa menghentikanu pasokan tersebut," tegasnya.

"Cash flow kami dengan Meratus sekitar Rp 30 miliar sampai Rp 35 miliar saja. Kebiasan dari Meratus tidak seperti itu, karena kemampuan tidak cukup kami stop, ketika kami nagih tahu-tahu seperti itu (bermasalah)," tambahnya.

Ratno menambahkan, selama ini dalam hal pembayaran, Meratus selalu berpatokan pada flowmeter miliknya. Sehingga, dalam perkara ini dapat timbul Purchasing Order (PO) dua kali. Pertama sifatnya order estimasi, yang kedua berbasis catatan riil dari flowmeter PT Meratus.

Baca Juga: Polri Bersama Dewan Pers Menyerukan Kemerdekaan Pers Lewat Sosialisasi Peran Kerjasama

"Meratus berpatokan pada masflowmeternya dia, jadi dia akan bayar sesuai masflowmeter sesuai dengan angka yang diterima. Semua pakai standar Dia tapi tetap tidak mau bayar," ujarnya.

Ditanya apakah selama ini pihaknya sudah berupaya menagih ke Meratus? Ratno menyatakan bahwa hal itu sudah berkali-kali dicobanya.

Ia bahkan sempat bertanya langsung pada manajemen Meratus, namun selalu mengelak membayar dengan berbagai alasan.

Sementara itu dalam sidang terpisah, Ade Dharma, pengacara dari oknum karyawan PT Meratus Line sempat beberapa kali diperingatkan Ketua Majelis Hakim Sutrisno.

Baca Juga: Berkunjung ke Kota Delta, Ini 5 Kuliner Sidoarjo paling Mantap yang Wajib Banget Kamu Santap!

Salah satunya momen ia mengejar keterangan Edy Setiawan terdakwa yang pada saat itu menjadi saksi.

Dalam kesempatan itu, Ade sempat mempertanyakan mengenai penghasilan saksi Edy terkait penjualan BBM ilegal tersebut.

Pada awalnya, Edy menjawab ia perbulan dapat mengantongi hingga Rp 50 juta hingga Rp 80 juta, bersih.

Keterangan Edy ini sempat dibantah oleh Ade dengan membenturkannya pada keterangan Edy dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di Kepolisian. Dalam BAP, diterangkan Edy dapat meraup Rp 450 juta perbulannya. Namun hal itu langsung dibantah Edy.

"Jadi mana yang benar, dalam BAP anda menerangkan demikian" tanya Ade.

Baca Juga: Polres Bondowoso Ungkap Jual Beli Narkoba melalui Toko Online Terkenal

Dijawab Edy, jika keterangannya dalam persidangan ini lah yang benar. Jawaban Edy ini terkesan masih belum dapat diterima Ade.

Namun, Hakim Sutrisno mengingatkan Ade jika Edy pada saat ini tidak boleh ditekan karena kapasitasnya adalah saksi.

Teguran hakim selanjutnya terjadi ketika Ade berusaha mengejar pembenaran soal aset harta benda milik Edy yang diterangkannya seperti dalam BAP. Ade menyebut, ada sejumlah uang dan beberapa sertifikat yang didapat Edy dari hasil penggelapan BBM ini.

Namun, Edy yang istrinya pernah melaporkan kasus penyekapan dirinya di KP3 Perak dengan tersangka Dirut PT Meratus Slamet Rahardjo itu lagi-lagi berkelit, jika sebagian harta miliknya yang disita polisi bukan dari hasil penggelapan BBM.

Baca Juga: BSS, Grup Unit SEVENTEEN Rilis Single Perdana 'Second Wind' yang Bisa Kamu Nikmati Kapan Saja!

"Dari Dodik dan David (terdakwa lain), berupa uang tunai Rp570 jutaan dan satu sertifikat (tanah) di Putat Jaya. Kalau sertifikat di Sukamanunggal itu punya (saya) lama. (Sertifikat) Di Petemon punya istri, bukan pemberian Dodi dan David. Di driyorejo juga punya istri," tegasnya.

Tak terima dengan jawaban Edy ini, pengacara Ade lalu meminta pada Edy agar mendekat pada meja jaksa untuk ditunjukkan keterangannya dalam BAP.

Tindakan Ade ini lagi-lagi mendapat teguran dari Ketua Majelis Hakim Sutrisno.

"Jangan salahkan kami kalau itu tidak tercatat nantinya. Karena ini bukan ruang diskusi. Ini persidangan, ada kami (hakim) disini," tegas Hakim Sutrisno.

Perkara terkait karyawan KKM Meratus yang diperiksa terpisah dengan tiga kelompok terdakwa lainnya ini agak unik karena terkesan tim penasihat hukum bukan berjuang untuk meringankan terdakwa tetapi memilih mewakili kepentingan lain. Akibatnya, karena janggal beberapa kali terlihat diingatkan majelis hakim. ***

Editor: Ali Mahfud


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x