"Kenapa?, karena dianggap melindungi. Terjadilah benturan antara polisi dengan suporter," terangnya.
Nah, polisi kemudian merespon ancaman ini dengan bertindak cepat. Alat-alat yang melekat pada dirinya digunakan untuk membela diri.
Respon ini lumrah. Sebab, polisi adalah personel terlatih dan mempunyai pengalaman menghadapi situasi keos.
"Dengan pengalaman itu, polisi terlihat bertindak intuisi. Dalam penelitian psikologi, intuisi itu dua tahap di atas rasional, " tambahnya.
Baca Juga: Baru 1 Jam Curi Laptop, Pria ini Sudah Ditangkap Polisi Surabaya, Tersangka: Saya Terjerat Utang
Menurutnya, karakter intuisi polisi bisa sebenarnya diredam sejak pertandingan digelar. Panpel semustinya melarang polisi membawa gas air mata sejak dari awal.
Polisi dilarang membawa gas air mata di dalam stadion sebenarnya aturan dari rekomendasi Fifa. Akan tetapi, nyatanya di Indonesia larangan itu tidak diterapkan.
"Polisi itu kan hanya pelaksana. Jangan dibolak-balik. Jangan kemudian, skill intuisi polisi dibunuh gara-gara peristiwa ini," pungkasnya.
Seementara itu, dua terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan, Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno, juga menjalani sidang pembacaan pledoi.