Menurutnya, seseorang yang telah disangkakan melakukan suatu tindak pidana bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka sebagaimana tersangka MSA dalam perkara tersebut, dapat saja merasa dirinya sebagai korban fitnah dari pihak pelapor maupun korban tindak pidana tersebut.
Namun demikian, sambung Mia, tudingan balik mengenai perbuatan fitnah tersebut tidak dapat terpisah dari proses hukum.
Syarat agar suatu tuduhan dapat dianggap sebagai fitnah karena dianggap tidak berdasar (tanpa alat bukti), maka perbuatan fitnah tersebut harus memenuhi unsur Pasal 311 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
“Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun."
Dengan demikian, lanjut Mia, unsur-unsur pidana dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah:
1. Seseorang,
2. Menista orang lain secara lisan maupun tulisan;
3. Orang yang menuduh tidak dapat membuktikan tuduhannya dan jika tuduhan tersebut diketahuinya tidak benar.
Baca Juga: 2.740 Gedung di Surabaya Terancam Disegel Pemkot, lantaran Tidak Miliki SLF
"Dengan demikian apakah tersangka merupakan korban fitnah atau tidak, apakah pelapor atau korban telah melakukan tindak pidana fitnah atau tidak," papar Mia, Rabu 6 Juli 2022.
Untuk itu, sambung Mia, maka proses hukumlah yang dapat membuktikannya.