Saksi Ahli UGM Ungkap Penyebab Tragedi Kanjuruhan, Ini yang Bikin Panpel Arema FC Tersudut

- 10 Februari 2023, 22:54 WIB
Ahli Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) Profesor Kuncoro MbSC. PhD dihadirkan dalam sidang Tragedi Kanjuruhan
Ahli Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) Profesor Kuncoro MbSC. PhD dihadirkan dalam sidang Tragedi Kanjuruhan /Zona Surabaya Raya

ZONA SURABAYA RAYA - Apa sih penyebab terjadinya Tragedi Kanjuruhan yang mengakibatkan 135 nyawa melayang? Ahli Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) Profesor Kuncoro MbSC. PhD mengungkapnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat, 10 Februari 2023.    

Terungkap, Tragedi Kanjuruhan pecah setelah Arema FC dikalahkan Persebaya Surabaya dengan skor  2-3 pada pertandingan yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022.

Profesor Kuncoro MbSC. PhD yang dihadirkan sebagai saksi ahli mengungkap bahwa Tragedi Kanjuruhan dipicu pertama, karena jumlah penonton melebihi kapasitas.

Massa itu terdiri dari suporter fanatik dan suporter yang memandang sepak bola adalah hiburan. Penonton fanatik menginginkan hasil pertandingan dimenangkan oleh tim yang dibela. Tapi ternyata saat itu Arema FC kalah.

Baca Juga: Heboh Berita Gibran Ditangkap Polisi Arab Saudi, Ini Klarifikasi Putra Presiden Jokowi, Senggol Demokrat

Kekecewaan mereka berubah menjadi emosi yang meledak-ledak. Individu-individu suporter fanatik ini kemudian terpacu melakukan tindakan ekstrem lantaran jumlah suporter fanatik cukup banyak.

"Ditambah lagi, pertandingan itu kan berlangsung malam hari. Malam hari itu individu muncul rasa anominitas. Mereka merasa identitasnya tidak kelihatan, sehingga kenekatannya semakin menjadi-jadi," ungkap Profesor Kuncoro MbSC, PhD.

Massa fanatik semula mencoba melupakan kekesalan ke klub lawan. Tapi, saat itu pemain Persebaya ternyata sudah pergi meninggalkan lapangan.

Massa kemudian mengalihkan emosi ke pemain Arema FC. Tapi ternyata usaha mereka dihalau polisi. Akhirnya, suporter mengalihkan luapan emosi ke polisi.

Baca Juga: Santri dan Kyai Meninggal di Mushola dan Masjid saat Hadiri 1 Abad NU, PBNU: Banyak Kejadian di Luar Nalar

"Kenapa?, karena dianggap melindungi. Terjadilah benturan antara polisi dengan suporter," terangnya.

Nah, polisi kemudian merespon ancaman ini dengan bertindak cepat. Alat-alat yang melekat pada dirinya digunakan untuk membela diri.

Respon ini lumrah. Sebab, polisi adalah personel terlatih dan mempunyai pengalaman menghadapi situasi keos.

"Dengan pengalaman itu, polisi terlihat bertindak intuisi. Dalam penelitian psikologi, intuisi itu dua tahap di atas rasional, " tambahnya.

Baca Juga: Baru 1 Jam Curi Laptop, Pria ini Sudah Ditangkap Polisi Surabaya, Tersangka: Saya Terjerat Utang

Menurutnya, karakter intuisi polisi bisa sebenarnya diredam sejak pertandingan digelar. Panpel semustinya melarang polisi membawa gas air mata sejak dari awal.

Polisi dilarang membawa gas air mata di dalam stadion sebenarnya aturan dari rekomendasi Fifa. Akan tetapi, nyatanya di Indonesia larangan itu tidak diterapkan.

"Polisi itu kan hanya pelaksana. Jangan dibolak-balik. Jangan kemudian, skill intuisi polisi dibunuh gara-gara peristiwa ini," pungkasnya.

Seementara itu, dua terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan, Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno, juga menjalani sidang pembacaan pledoi.

Dalam sidang, kuasa hukum kedua terdakwa, Sumardan mengatakan, jika penyebab utama atas terjadinya Tragedi Kanjuruhan bukan merupakan kesalahan mereka.

“Timbulnya korban meninggal, sesuai dengan narasi umum bahwa penyebabnya adalah penembakan gas air mata,” kata Sumardan, saat pembacaan nota keberatan, di PN Surabaya. ***

Editor: Ali Mahfud


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah