Penerapan BPJS Sebagai Syarat Administrasi Dinilai Tidak Bijak

- 28 Februari 2022, 19:46 WIB
ilustrasi BPJS Kartu Indonesia Sehat (KIS)
ilustrasi BPJS Kartu Indonesia Sehat (KIS) /Fariqoh/Kabar Wonosobo
 
ZONA SURABAYA RAYA - Penerapan kepemilikan BPJS menjadi syarat jual-beli tanah dan bangunan dinilai pengamat sebagai langkah yang kurang bijaksana dari pemerintah. 
 
Kebijakan itu sesuai tertuang dalam Instruksi Presiden No 2 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan berlaku mulai mulai 1 Maret 2022. 
 
Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP UNAIR), Dr Bintoro Wardiyanto Drs MSi menyebut bahwa aturan tersebut sebenarnya memiliki tujuan yang bagus dan inovatif. Hal itu dianggap mampu mendorong seluruh masyarakat untuk mendapatkan akses JKN.
 
Namun di lain sisi, Ahli Kebijakan dan Administrasi Publik tersebut menganggap upaya ini sebagai hal yang kurang bijaksana. Oleh karena itu cukup wajar memicu berbagai keresahan dan kritikan masyarakat. 
 
"Tujuannya baik, namun caranya kurang bijaksana,” tutur Bintoro. 
 
 
Dia melanjutkan, secara logika tidak ada hubungan antara jual-beli tanah dan bangunan dengan kesehatan. Terutama mengenai kepesertaan atau keanggotaan BPJS ini. 
 
"Kebijakan itu terkesan dijadikan “obat mujarab” bagi persoalan JKN selama ini. Karena pada Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), semua WNI diwajibkan menjadi bagian dari peserta BPJS. Pada tahun 2024, ditargetkan ada 98% warga sudah turut melaksanakan undang-undang tersebut,” papar Dr Bintoro.
 
Saat ini peserta BPJS mencapai 265 juta. Masih ada 35 juta masyarakat yang belum memiliki keanggotaan BPJS.
 
“Guna mengatasi hal itu, BPJS mencontoh kesuksesan aplikasi Peduli Lindungi yang pada akhirnya dipakai oleh mayoritas masyarakat,” imbuh Dr Bintoro.
 
Administrasi Lain dengan BPJS
Selain mengenai jual-beli tanah dan bangunan, terdapat beberapa proses layanan administrasi lain yang melibatkan kepesertaan BPJS Kesehatan. Yakni 1) layanan SIM, STNK, dan SKCK; 2) umroh dan naik haji; 3) penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR); 4) petani yang mendapatkan hibah kementerian; 4) nelayan yang mendapat hibah kementerian; serta sejumlah perizinan administrasi lainnya.
 
Di antara beberapa layanan administrasi tersebut, memang mengenai jual-beli tanah dan bangunan yang paling ramai diperbincangkan. Beragam reaksi kemudian timbul di kalangan masyarakat.
 
“Kalo untuk kepengurusan SIM dan STNK akan lebih sesuai. Karena masih berkaitan dengan kesehatan, juga menyangkut keselamatan dan kecelakaan jalan,” terang Dr Bintoro.
 
Bintoro juga menyarankan BPJS kembali berbenah untuk menaikkan jumlah kepesertaan jaminan. Caranya dengan sosialisasi yang masif memberi penjelasan atau edukasi kepada semua warga mengenai manfaat BPJS kesehatan di kemudian hari. 
 
 
Selain itu, Dr Bintoro juga menyampaikan bahwa BPJS harus mempermudah layanan klaim. Yakni dengan proses yang cepat dan mudah. 
 
BPJS juga dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. Hal itu semata untuk memperbaiki kualitas layanan. Selain itu melalui cara tersebut, masyarakat akan lebih yakin dan percaya bahwa BPJS akan memberi keuntungan bagi dirinya dan keluarganya.
 
“Cara-cara tersebut akan meningkatkan akses keanggotaan BPJS. Mereka akan tergabung dalam BPJS bukan karena keterpaksaan. Tapi kesadaran warga sendiri bahwa BPJS sangat berguna bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakat,” tandasnya.***
 

Editor: Timothy Lie


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x