15 Guru Besar Hukum Tata Negara Desak MK Ambil Sikap Progresif Batalkan Putusan Syarat Usia Capres-Cawapres

- 8 November 2023, 11:00 WIB
Ketua MK Anwar Usman bersama Hakim Konstitusi Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat bersiap memimpin sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal capres dan cawapres di Jakarta, Senin, 16 Oktober 2023.
Ketua MK Anwar Usman bersama Hakim Konstitusi Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat bersiap memimpin sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal capres dan cawapres di Jakarta, Senin, 16 Oktober 2023. /Antara/Akbar Nugroho Gumay./

ZONA SURABAYA RAYA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mendapat tekanan untuk mengambil sikap progresif dengan menyatakan Keputusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023, batal demi hukum atau setidaknya memerintahkan MK untuk meninjau ulang seluruh uji syarat usia calon presiden dan wakil presiden tanpa keterlibatan Anwar Usman sebagai hakim yang dituduh.

Melansir Pikiran-Rakyat.com, Rabu, 8 November 2023, alasan pembatalan ini berkisar pada kontroversi bahwa keputusan itu disusun dengan proses formal yang cacat karena adanya konflik kepentingan.

Tekanan ini datang dari 15 Guru Besar dan pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi, yang merupakan bagian dari Constitutional and Administrative Law Society (CALS). Mereka didampingi oleh perwakilan hukum dari YLBHI, PSHK, ICW, dan IM57.

Baca Juga: Pemberhentian Anwar Usman Sebagai Ketua MK Dirasa Belum Cukup

Mereka telah melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, atas pelanggaran etika dan perilaku hakim dalam menjalankan tugasnya kepada MKMK.

MKMK diminta untuk memberlakukan pemecatan tidak terhormat terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi karena telah terbukti melanggar kode etika dan perilaku hakim.

Permintaan ini didasarkan pada fakta hukum bahwa hakim yang dituduh dengan sengaja melanggar ketentuan kode etika dan perilaku, termasuk prinsip independensi, ketidakberpihakan, integritas, kompetensi, dan kesetaraan.

Selain itu, ada pelanggaran terkait larangan memberikan komentar tentang perkara yang sedang atau akan diperiksa, serta kewajiban untuk menjalankan hukum acara sebagaimana mestinya, yang diabaikan oleh hakim yang dituduh dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan dalam pengujian undang-undang lain yang berkaitan dengan syarat usia calon presiden dan wakil presiden.

Inti masalahnya terkait erat dengan hubungan keluarga antara hakim yang dituduh dan pihak yang mendapat manfaat dari persetujuan permohonan, yaitu Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo, yang merupakan keponakan dari hakim yang dituduh.

Halaman:

Editor: Rangga Putra

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah