Mantan Menteri Edhy Prabowo Divonis 60 Bulan Penjara, Hakim Tipikor: Terbukti Terima Suap Rp25,7 M

15 Juli 2021, 18:17 WIB
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo Divonis hukuman penjara 5 Tahun./Pikiran Rakyat/ /

ZONA SURABAYA RAYA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, divonis lima tahun (60 bulan) penjara oleh
Majelis Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 15 Juli 2021.

Menurut majelis hakim terdakwa Edhy Prabowo terbukti bersalah menerima suap Rp25,7 miliar dari pengusaha eksportir benih bening lobster (BBL) atau benur.

Selain pidana penjara, Edhy Prabowo juga dihukum denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp400 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Albertus Usada membacakan amar putusan.

Baca Juga: Viral, Video Larangan Menyalakan Sirine Ambulans di Surabaya, Begini Tanggapan Lurah Keputih

Edhy Prabowo juga diminta untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS.

"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan terdakwa," lanjut hakim Albertus.

Vonis Edhy Prabowo sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan KPK, yakni 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Terungkap di persidangan, Edhy Prabowo dalam perkara ini dinilai terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp24.625.587.250.

Baca Juga: Atta Halilintar Ramaikan Video Satpol PP Pukul Wanita Hamil saat Razia PPKM Darurat

Suap itu diterima bersama-sama dengan Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi Iis Rosita Dewi yaitu istri Edhy Prabowo).

Lalu Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo) dari Direktur PT Duta Putra Perkasa Pratama Suharjito dan perusahaan pengekspor BBL lain.

Edhy selaku Menteri Kelautan saat itu ingin memberikan izin pengelolaan dan budi daya lobster dan ekspor BBL dengan menerbitkan Peraturan Menteri KKP Nomor 12/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Rajungan (Portunus spp) di wilayah NKRI pada 4 Mei 2020.

Pada 14 Mei 2020, Edhy Prabowo menerbitkan keputusan menteri tentang pembentukan Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budi Daya Lobster (Panulirus spp) dengan menunjuk Andreau Misanta selaku ketua dan Safri selaku wakil ketua.

Baca Juga: Polisi Ungkap Kasus Curanmor, Setelah Berhasil Membawa 4 Motor, Ternyata Residivis

Tugas tim itu adalah memeriksa kelengkapan dan validitas dokumen yang diajukan oleh perusahaan calon pengekspor BBL.

Pada 10 Juni 2020, Amiril Mukminin dan Andreau Misanta meminta Deden untuk memasukkan nama Nursan dan Amir ke dalam kepengurusan PT ACK. Keduanya teman dekat dan representasi Edhy Prabwo.

Dalam perubahan saham, Nursan diganti posisinya oleh Achmad Bahtiar selaku komisaris dan mendapat saham 41,65 persen. Sedang Amri selaku Direktur Utama mendapat 40,65 persen.

Kemudia Yudi Surya Atmaja selaku representasi PT PLI mendapat 16,7 persen, dan PT Dentras Interkargo Perkasa mendapat 1 persen.

Baca Juga: Nenek 66 Tahun Ini Rela Berpanas-panasan Menunggu sang Idola, Begini Respon Khabib Numagomedov

Padahal Nursan, Achmad Bachtiar, dan Amri hanya dipinjam namanya sebagai pengurus perusahaan (nominee) serta tidak memiliki saham di PT ACK.

Selanjutnya ditetapkan bahwa biaya ekspor BBL Rp1.800 per ekor bagi seluruh perusahaan pemohon izin budi daya dan ekspor BBL, dengan pembagian PT PLI mendapat biaya operasional pengiriman sebesar Rp350 dan PT ACK mendapat Rp1.450 per ekor BBL.

Dalam persidangan terungkap fakta bahwa seluruh dokumen permohonan izin budi daya dan ekspor BBL masuk ke Tim Uji Tuntas dulu sebelum diteruskan kepada Dirjen Perikanan Budi daya dan Dirjen Perikanan Tangkap.

Bahkan bagi pemohon izin yang belum memberikan kejelasan "fee", maka permohonannya tidak akan diproses (ditahan) oleh Tim Uji Tuntas.

Baca Juga: Pengacara Nobu Bantah Kliennya Berhubungan Intim dengan Gisel lebih dari Lima Kali, Tapi ...

Direktur PT DPPP Suharjito memberikan uang "commitment fee" sejumlah 77 ribu dolar AS untuk Edhy Prabowo melalui Safri dan Amiril Mukminin selanjutnya setelah uang diberikan staf uji Kementerian Kelautan dan Perikanan Dalendra Kardina segera memproses permohonan izin budi daya dan izin ekspor BBL PT DPPP.

Sejak Juni-November 2020, PT ACK mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp38.518.300.187, baik dari PT DPPP dan perusahaan-perusahaan eksportir BBL lainnnya.

Selanjutnya pada Agustus-November 2020 sampai dengan bulan November 2020, bagian Finance PT ACK Nini membagikan keuntungan yang berasal dari pembayaran jasa kargo BBL secara bertahap melalui transfer kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai deviden sejumlah Rp24.625.587.250 yang penggunaannya melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, dan Andreau Misanta Pribadi.

Baca Juga: Viral, Poster Ajakan untuk Behenti Menyebarkan maupun Membaca Berita tentang COVID-19 di Jatim

Rinciannya, lewat Amri senilai total Rp12.312.793.625, melalui Achmad Bahtiar senilai Rp12.312.793.625, dan melalui Yudi Surya Atmaja senilai Rp5.047.074.000.

Atas perbuatannya itu, Edhy Prabowo dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. ***

Editor: Ali Mahfud

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler