Kenang Hari Pahlawan: Sejarah Pintu Air dan Kali Jagir Surabaya, Ternyata Sungai Buatan Belanda

10 November 2021, 20:47 WIB
Ilustrasi: Kenang Hari Pahlawan, kilas balik jejak sejarah pintu air serta fungsi Kali Jagir surabaya, yang ternyata merupakan Sungai buatan Belanda /Instagram.com/@mumun96

ZONA SURABAYA RAYA – Kenang Hari Pahlawan, berikut kilas balik jejak sejarah pintu air serta fungsi Kali Jagir Surabaya, yang ternyata merupakan sungai buatan belanda.

Mengenang Hari Pahlawan yang telah ditetapkan pada 10 November, Surabaya atau juga dikenal dengan julukan Kota Pahlawan ini, sangat banyak memiliki rekam jejak sejarah, mulai dari peristiwa, tokoh Pahlawan, hingga bangunan bersejarahnya.

Lewat peringatan Hari Pahlawan ini, ZONASURABAYARAYA.COM akan menyuguhkan serta mengulas sejarah diantaranya fungsi pintu air dan Sungai Jagir atau Kali Jagir (dalam bahasa jawa) yang sangat berperan penting dalam penangulangan banjir.

Diketahui, Sungai Jagir yang terletak di Kota Pahlawan Surabaya ini sangat berdekatan dengan Stasiun Wonokromo dan juga Darmo Trade Center (DTC). Sementara lokasi pintu airnya tepat di Jalan Jagir No. 74 Wonokromo, Surabaya.

Baca Juga: RAMALAN ZODIAK ASMARA HARI INI, 10 November 2021, Horoskop : Leo, Cancer, Gemini, Scorpio, Libra, Virgo, Aries

Awalnya Sungai Jagir saat itu selain berfungsi  untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Surabaya dan sekitarnya, juga sebagai pengatur debit air Sungai Mas, Hal ini juga diharapkan agar banjir tidak melanda Surabaya.

Dilansir ZONASURABAYARAYA.COM dalam Buku Surabaya Punya Cerita Volume 2, Karya Dhahana Adi. Sungai Jagir ini merupakan sungai buatan yang dibuat oleh Pemerintah Belanda kala itu.

Perencanaan tersebut, berawal selain berfungsi peran menjadi pemecah dan pengatur debit air agar tidak banjir, Pemerintahan Belanda saat itu juga membuat konsep dan ingin menata kota Surabaya agar nyaman ditinggali dengan menyadur tata kota seperti Amsterdam.

Hal itu terbesit, selain alasan faktor tata kota, juga disebabkan Kota Surabaya saat itu sangat kerap menjadi langganan banjir akibat kiriman luapan air dari Sungai Brantas.

Baca Juga: Di Hari Pahlawan, 100 Pelaku Kriminalitas Ditangkap Polda Jatim

Perlu diketahui, Sungai Brantas merupakan sungai yang cukup besar dengan memiliki panjang 320 km dan Aliran sungainya terbagi menjadi dua aliran, yaitu mengarah ke Porong dan Mlirip.

Nah, Aliran Brantas yang mengarah ke Mlirip inilah akan mengalir ke Sungai mas, dan saat itu, kedua aliran tersebut kerap meluap, sehingga mengakibatkan aliran sungai yang mengalir ke Sungai Mas waktu itu kerap membuat tengah Kota Surabaya dilanda banjir.

Aliran sungai yang berhulu di Mlirip dan memanjang dari Gunungsari mengarah ke timur ini seharusnya bermuara di Selat Madura, akan tetapi arah alirannya malah berbelok tepat di Wonokromo.

Sehingga alirannya pun meliuk menuju ke arah utara hingga masuk ke arus Sungai Mas. Nah hal itu yang menyebabkan Surabaya saat itu menjadi langganan banjir.

Baca Juga: Hari Pahlawan, Ini Alasan Kota Surabaya Disebut Kota Pahlawan

Pemerintah Belanda akhirnya menjalankan proyek membangun pintu air atau Dam tercatat pada tahun 1856, dengan cara mengarahkan atau menyudet arus sungai agar tidak mengalir ke Sungai Mas

Tujuan penyudetan tersebut, lokasinya tepat di tikungan Wonokromo, hal ini diharapkan agar aliran arus Sungai Brantas dari arah Mlirip dapat langsung terus hingga ke timur.

Proyek Pemerintahan Belanda ini merupakan catatan sejarah bagi kota pahlawan Surabaya dan bagi Pemerintahan Belanda saat itu, pasalnya proyek ini merupakan pembuatan terusan dengan menyudet sebuah sungai pertaman kalinya, bahkan kanal ini dibuat sebelum kanal di Jakarta.

Adanya proyek tersebut sehingga menghasilkan sebuah sungai baru yang diberi nama kanal Wonokromo.

Baca Juga: Kronologi Lahirnya Hari Pahlawan 10 November, Semangat Persatuan Pemuda Indonesia di Surabaya

Tercatat sudah sejak tahun 1850-an, Pemerintah Belanda mengerahkan ratusan ribu pribumi untuk menggali terusan yang dalam dan lurus serta juga memiliki tanggul yang tinggi.

Sungai buatan itu memiliki panjang kurang lebih 5 km, hingga saat ini sungai tersebut diketahui terbentang hingga mengarah ke Medokan Ayu sampai ke hutan bakau yang berada di pantai timur Surabaya.

Usai pembuatan kanal Wonokromo, Pemerintah Belanda kemudian melanjutkan proyeknya dengan membangun beberapa pintu air, hal ini guna mencegah banjir di Surabaya.

Pintu air tersebut dibangun mulai dari sebuah dam yang berlokasi di Mlirip, Mojokerto. Tujuannya agar aliran sungai Brantas tidak sepenuhnya mengalir ke arah Mlirip dan juga Surabaya.

Baca Juga: 10 Profil Pahlawan Revolusi Indonesia

Dengan beberapa subkanal buatan pada pintu air ini, aliran akan dipisahkan menuju jalur air untuk keperluan irigasi persawahan.

Setelah menggarap pintu air di daerah Mlirip Mojokerto, Pemerintah Belanda kembali membuat dua pintu air yang berlokasi di selatan Surabaya.

Pertama berlokasi di Kali Mas yaitu Dam Dinoyo dan pintu air yang kedua ialah Dam Jagir yang terletak di kanal Wonokromo.

Kedua Dam ini memiliki fungsi masing-masing, diketahui jika terdapat arus air deras dari hulu, Dam Dinoyo akan ditutup dan sebaliknya Dam Jagir dibuka.

Tujuannya dari pada Dam Dinoyo dan juga Dam Jagir ini agar air kiriman sungai Brantas tidak mengalir masuk ke kota, melainkan langsung mengalir ke arah timur Surabaya.

Aliran sungai ke arah timur inilah yang hingga kita kenal saat ini kerap dikenal dengan nama Sungai Jagir atau Kali Jagir.***

Editor: Julian Romadhon

Sumber: Buku Surabaya Punya Cerita Vol. 2 / Dhahana Adi

Tags

Terkini

Terpopuler