Ia lantas membeber modus penyelewangan importai emas yang diduga dilakukan Bea Cukai dan delapan perusahaan yang disebutkannya tadi. Kata Arteria, penyelewengan itu dalam bentuk perubahan data emas ketika masuk di Bandara Soetta.
Emas yang semula dikirim dari Singapura berbentuk setengah jadi dan berlabel, namun ketika sampai di Bandara Soetta emas itu diubah menjadi produk emas batangan. Emas impor itu akhirnya tidak kena pajak.
“Ini semua emas biasa kita impor dari Singapura, ada perbedaan laporan ekspor dari negara Singapura ke petugas Bea Cukai. Waktu masuk dari Singapura barangnya sudah bener HS (Harmonized System) 71081300 artinya kode emas setengah jadi,” papar Arteria.
Konsekuensinya, masih kata Arteria, emas bongkahan ini tidak kena biaya impor. Padahal, menurut Arteria, barang tersebut kena pajak importasi 5 persen dan pajak penghasilan impor 2,5 persen.
"Sampai di Bandara Soetta, kode itu berubah, sudah berubah saat dicatat di dokumen pemberitahun dokumen impor, yang tadi sudah berbatangan, berlabel jadi seolah dikatakan sebagai bongkahan, kodenya dicatat 71081210 artinya emas bongkahan. Konsekuensinya emas bongkahan tidak kena biaya impor, tidak kena lagi yang namanya PPh impor," tandasnya.
Hal senada diungkapkan Sarifuddin Suding, anggota Komisi III DPR lainnya dari Partai Amanat Nasional (PAN). Menurut dia, dugaan penyelewengan importasi emas di Bandara Soetta itu modus baru. Jika biasanya pencucian uang yang dilakukan, kali ini pencucian emas.
“Jadi, seakan akan ini banyak sekali pertambangan pertambangan emas yang secara ilegal dan ini dilegalkan, jadi seakan-akan ada perusahaan yang melakukan impor dari luar katakanlah dari Singapura dengan tarif 5 persen dan sebagainya, tetapi ternyata importasi itu sama sekali tidak ada tidak tercatat,” beber Suding.
Karena itu, ia mendesak Kejaksaan Agung menindaklanjuti dugaan skandal importasi emas senilai Rp 47,1 Triliun tersebut.