Sayangnya, Sonya juga mengaku, bahwa alasan mengapa anggotanya masih ragu untuk membuat E-KTP, salah satunya adalah stigma masyarakat.
“Iya gimana ya, petugas itu masih harus tanya perempuan atau laki-laki. Padahal kita cuma mau membuat dokumen kependudukan agar bisa mengakses layanan publik, vaksin contohnya,” ujarnya.
Baca Juga: Simak Baik-baik! Urus KTP, KK hingga Akte Kelahiran tak Perlu Sertifikat Vaksin Covid-19
Sementara itu, Linda salah satu transpuan menjelaskan, bahwa kedatangannya untuk melakukan perpindahan alamat dari Kediri ke Kota Surabaya.
“Cuma mau ganti perpindahan kota. Belum, karena nanti petugas yang disini menghubungi petugas yang di kelurahan, jadi nanti kita mengurusnya di kelurahan,” kata Linda.
Namun, Linda mengaku, bahwa dia juga mengalami kesulitan, lantaran masih harus menunggu petugas Dispendukcapil memberikan kabar pada pihak Kelurahan.
“Sulit karena kita harus menunggu lagi untuk dihubungi oleh kelurahan,” keluhnya.
Baca Juga: Mobil Vaksin Mulai Diterjunkan untuk Wilayah Aglomerasi, Begini Target Surabaya Raya
Terpisah, Dadang Setiawan advokasi dari Jaringan Indonesia Positif (JIP) dan Indonesia Act Coalition (IAC), mengaku mengalami kendala saat menemani para transpuan membuat E-KTP.
“Hari ini ada progress dan kendala. Harusnya di luar ekspektasi. Tadi langsung direkam semuanya, yang kurang memuaskan, teman-teman dari luar pulau harus mengurus di tempat asal. Harus minta balik kan repot, kecuali yang minta dari instansi kan gapapa. Kalau di Jakarta, sudah bisa difasilitasi Pemda. Termasuk tadi gak punya data kependudukan atau penjamin,” terangnya.