Putusan Diduga Bocor, Vonis Perkara Mafia Tanah yang Catut Pesantren di Surabaya, Mendadak Ditunda

2 September 2022, 21:57 WIB
Ilustrasi pengadilan. Putusan Diduga Bocor, Vonis Perkara Mafia Tanah Catut Pesantren di Surabaya Ditunda /Pexels/Ekaterina Bolovtsova/


ZONA SURABAYA RAYA- Perkara dugaan mafia tanah yang membawa nama pondok pesantren di Surabaya memasuki putusan. Namun karena diduga bocor, sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa tiba-tiba ditunda.

Harusnya majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Dewantoro membacakan putusan terhadap Zainal Adym, terdakwa perkara pemalsuan surat.

Namun sebelum sidang digelar, beredar kabar jika terdakwa bakal diputus bebas. Pada saat yang sama, majelis hakim tiba-tiba menunda sidang.

Sempat terdengar desas desus di lingkungan PN Surabaya, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili kasus pemalsuan surat itu, akan menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa.

Baca Juga: Polda Jatim Tangkap Mafia Tanah Asal Surabaya dan Sidoarjo, Diduga Tipu 41 Warga di Malang Hingga Rp5,6 Miliar

Sebelumnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Diah Ratri Hapsari menuntut terdakwa dengan tuntutan 1 tahun penjara.

Putusan bebas tersebut diduga bocor sebelum dibacakan, meski dijadwalkan perkara tersebut akan disidangkan hari ini (jumat) akhirnya ditunda.

Baca Juga: Wanita Ini Lapor Polisi, Setelah Adanya Dugaan Mafia Tanah

Humas Niaga PN Surabaya Khusaini, sekaligus anggota Majelis dalam perkara terdakwa, mengatakan bahwa sidang ditunda, "sidangnya ditunda,” ucapnya dikutip Jumat 2 September 2022.

Dikonfirmasi terpisah, Ronald Talaway, selaku Kuasa hukum korban Pelapor yakni Bambang Sumi khan mengatakan, terdakwa harusnya dihukum, karena perbuatannya kan bersifat manipulatif.

"Pertama Koperasi Pondok Pesantren Assyadzilliyah tidak ada itu di Surabaya dan kegiatannya tidak aktif terdaftar sehingga surat yang digunakan Terdakwa yang mengaku sebagai Ketua Kopontren Assyadzilliyah seharusnya tidak benar,” terang Ronald, Jumat 2 September 2022.

Kedua lanjut Ronald, kalau benar koperasi kan bisa meletakkan Hak tanggungan tapi ini kan tidak.

Baca Juga: Disupport Menparekraf Sandiaga Uno, Begini Peluang Usaha UMKM di Platform Ecommerce

Lalu Ketiga itu uang besar pada tahun 1997 namun mengapa tidak bisa dibuktikan itu uang uangnya (aliran dana atau kas koperasinya.

"Keempat siapa itu Subiyantoro yang Terdakwa sebutkan, mana identitasnya?, Selama ini ia sebut nama Subiyantoro dan Kelima terdakwa itu kan megang sertifikat kenapa tidak mengecek data di Badan Pertanahan Nasional, "tanya Ronald.

Pemberantasan Mafia Tanah sudah seharusnya didukung karena sejak awal kasus ini merupakan penanganan satgas mafia tanah.

Putusan sudah seharusnya jangan sampai merugikan, tidak hanya korban namun juga moral masyarakat, "pungkasnya.

Baca Juga: Ngotot Jadi Korban Pelecehan Seksual, Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi Merasa Lebih Baik Mati

Diketahui, dugaan pemalsuan surat ini bermula ketika terdakwa membuat surat pengakuan hutang atau pemakaian dana kopontren tanggal 17 Juli 1996 perihal perjanjian penggunaan dana kopontren “Assyadziliyah” dalam tempo satu tahun sampai tanggal 17 Juli 1997.

Dalam perjanjian itu, terdakwa menjaminkan SHBG No 221 dengan obyek tanah dan bangunan yang terletak di Jl Prapanca No 29 Surabaya yang ditandatangani oleh terdakwa sebagai yang menerima perjanjian, yang seolah-olah ditandatangani oleh Soebiantoro sebagai yang membuat perjanjian dan disetujui oleh K.H. Achmad Djaelani sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Assyadziliyah, padahal Soebiantoro telah meninggal sejak 22 Januari 1989.

Surat perjanjian itu selanjutnya digunakan oleh terdakwa untuk melakukan gugatan ke PN Surabaya dengan perkara No 211/Pdt.G/2016/PN.Sby tanggal 04 Maret 2016 dan berujung pada eksekusi, padahal objek tanah dan bangunan tersebut telah dijual oleh ahli waris Soebiantoro ke Ferry Widargo pada tahun 2005.

Mengetahui hal itu, Bambang Sumi Ikwanto akhirnya membawa perkara dugaan pemalsuan surat tersebut ke ranah hukum. Oleh JPU, terdakwa didakwa dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP.***

Editor: Ali Mahfud

Tags

Terkini

Terpopuler