ZONA SURABAYA RAYA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa, 7 November 2023, menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK. Sanksi tersebut dijatuhkan karena Anwar terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim terkait putusan MK tentang syarat batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK memutuskan bahwa seseorang yang belum berusia 40 tahun dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui Pemilu.
Keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, disebut-sebut menjadi salah satu figur politikus yang diuntungkan dari putusan tersebut. Sebab sebelum putusan MK, peluang Gibran untuk masuk dalam bursa Pilpres 2024 masih tertutup lantaran usianya belum memenuhi persyaratan.
Dalam putusannya, MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melanggar prinsip ketidakberpihakan, integritas, dan independensi. MKMK juga menilai Anwar membuka ruang intervensi dari pihak luar.
Namun, MKMK tidak mengungkapkan secara gamblang siapa sosok yang mengintervensi Anwar. Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie hanya mengatakan bahwa intervensi tersebut membahayakan independensi peradilan.
"Tidak semuanya harus diungkap. Pokoknya itu jadi alasan kita berhentikan (Anwar) jadi ketua, enggak usah terlalu detail," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa, 7 November 2023, dikutip dari Pikiran-Rakyat.com.
Jimly juga memberi petuah agar para hakim sebaiknya tidak terlalu dekat dengan politikus maupun pengusaha. Namun, dia lagi-lagi enggan mengungkapkan apakah pihak yang mengintervensi Anwar berasal dari kedua kelompok tersebut.
"Kita tidak perlu menyebut siapa orangnya, tapi itu ada. Dalam arti, sebenarnya sudah jadi semacam praktik di banyak tempat. Praktik dunia hakim harus menyendiri, jangan bergaul dengan pengusaha dan politisi," tuturnya.