Apa itu Paxlovid. Obat Covid-19 yang Izin Penggunaannya Diterbitkan BPOM

- 19 Juli 2022, 17:55 WIB
Potret obat Paxlovid yang sudah mendapat izin BPOM sebagai obat COVID-19.
Potret obat Paxlovid yang sudah mendapat izin BPOM sebagai obat COVID-19. /instagram @gtvindonesia_news

ZONA SURABAYA RAYA - BPOM bersama Kementerian Kesehatan mengawasi penggunaan Paxlovid dan obat-obat terapi Covid-19 yang sudah diizinkan penggunaannya di Indonesia dengan melakukan pengawasan dari hulu hingga hilir untuk mencegah peredaran obat secara ilegal.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan Izin Pengunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk Obat Paxlovid tablet salut selaput sebagai obat Covid-19.

Di mana sebelumnya, UEA diterbitkan untuk antivirus Favipiravir dan Remdesivir (2020), antibodi monoklonal Regdanvimab (2021), serta Molnupiravir (2022).

Namun demikian BPOM tetap menghimbau masyarakat untuk lebih waspada sebelum membeli atau mengonsumsi produk obat.

Baca Juga: Awasi Keamanan Pangan Selama Ramadhan, Tim Gabungan BPOM dan Pemkot Surabaya Blusukan ke Pasar

"Kami mengimbau masyarakat untuk lebih waspada sebelum membeli atau mengonsumsi produk obat. Masyarakat harus menjadi konsumen cerdas, hindari mengonsumsi obat-obat ilegal," kata Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito, dikutip ZonaSurabayaRaya.com dari laman resminya, Selasa, 19 Juli 2022.

Tambahan jenis antivirus untuk penanganan Covid-19 menjadi salah satu alternatif penanganan Covid-19 di Indonesia. Paxlovid merupakan obat terapi antivirus inhibitor protease SARS-CoV-2 yang dikembangkan dan diproduksi oleh Pfizer.

“Paxlovid yang disetujui berupa tablet salut selaput dalam bentuk kombipak, yang terdiri dari Nirmatrelvir 150 mg dan Ritonavir 100 mg dengan indikasi untuk mengobati COVID-19 pada orang dewasa yang tidak memerlukan oksigen tambahan dan yang berisiko tinggi terjadi progresivitas menuju Covid-19 berat,” lanjutnya.

Berdasarkan hasil kajian terkait dengan keamanannya, pemberian Paxlovid aman dan dapat ditoleransi. Efek samping yang paling sering dilaporkan pada kelompok yang menerima obat tersebut adalah dysgeusia (gangguan indra perasa) 5,6 persen, diare 3,1 persen, sakit kepala 1,4 persen, dan muntah 1,1 persen.

Halaman:

Editor: Timothy Lie

Sumber: BPOM RI kementrian kesehatan RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x