Pasal 1754 KUH Perdata berbunyi: "Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama."
Sesuai pasal ini, pihak penyedia pinjol akan melakukan penagihan terhadap nasabah pinjaman online untuk melunasi utangnya.
Kemudian Pasal 127 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.07/2022 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi disebutkan:
"Bunga pinjaman yang dibebankan kepada debitur oleh penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi tidak boleh melebihi 0,8% per hari."
Lantas, apa risiko jika pinjol legal tidak dibayar?
1. Dikejar Debt Collector
Fintech atau pemilik platform pinjol memiliki prosedur dalam menghadapi peminjam yang wanprestasi atau tidak melunasi pinjamannya. Hal ini sudah diatur Asosiasi Fintech Pendanaan bersama Indonesia (AFPI) maupun OJK.
Pasal 128 ayat (1) POJK mengatur bahwa Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dilarang melakukan penagihan dengan cara-cara:
- Mengancam, mengintimidasi, atau mempermalukan debitur atau keluarganya;
- Menghubungi debitur di luar jam kerja atau hari libur nasional;
- Menghubungi debitur di tempat kerja atau tempat umum;
- Menghubungi debitur menggunakan bahasa yang kasar atau tidak sopan; atau
- Menghubungi debitur melalui pihak ketiga.
2. Masuk Daftar Hitam SLIK OJK
Daftar hitam Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK OJK adalah daftar nasabah yang memiliki tunggakan pinjaman atau kredit yang tidak diselesaikan.
Jika masuk daftar hitam SLIK OJK akan membuat peminjam kesulitan mendapatkan pinjaman di lembaga keuangan, baik pinjol legal, leasing maupun bank.