Pemerintah Siap Jalankan Taksonomi Hijau, OJK Hitung Biaya Transisi Hingga Rp81,8 Triliyun

- 22 Januari 2022, 08:00 WIB
Ilustrasi kargo di pelabuhan.
Ilustrasi kargo di pelabuhan. /PIXABAY/Pexels/

ZONA SURABAYA RAYA - Pemerintah telah menghitung dana yang diperlukan guna membiayai transisi dari energi fosil ke energi terbarukan.

Besaran dana tersebut mencapai USD5,7 miliar atau berkisar Rp81,6 triliun.

Tantangan terbesar ekonomi hijau adalah menyediakan pembiayaan berkelanjutan untuk menangani perubahan iklim.

Dikatakan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso saat Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2022, pada Kamis 20 Januari 2022 lalu, biaya transisi tersebut juga terkait dengan perubahan pada industri hilir yang harus mengubah proses pengolahannya.

Baca Juga: Dampak Penyebaran Covid-19, OJK Perpanjang Kebijakan untuk Lembaga Keuangan Non Bank

Padahal kebutuhan pembiayaan tersebut tentunya tidak dapat ditanggung hanya dengan APBN, mengingat saat ini kondisi perekonomian Indonesia masih dalam rangka pemulihan akibat terkena dampak dari pandemi Covid-19. 

Maka dari itu, Lanjut Wimboh, dibutuhkan sinergi antara swasta dan Pemerintah, juga bantuan organisasi Internasional agar dapat secara optimal menyokong kebutuhan pembiayaan yang sangat besar tersebut.

"Indonesia, kebutuhan dana penanganan iklim, ekonomi hijau, mencapai USD479 miliar atau sekitar Rp6.700 triliun atau Rp745 triliun per tahun hingga 2030," jelas Wimboh Santoso.

Oleh karenanya OJK sebagai lembaga otoritas di sektor keuangan memiliki andil yang besar dalam menyusun kebijakan keuangan berkelanjutan pada sektor keuangan.

Baca Juga: Anti Galau, Berikut 7 Tips OJK Jika Bingung Memilih Asuransi

Tentunya guna mendukung implementasi ekonomi hijau. 

Dukungan itu direalisasikan OJK dengan mengeluarkan kebijakan. Kebijakan ini dimulai dengan penerbitan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015 sampai 2020).

Pada Roadmap Tahap I, melalui POJK Nomor 51 Tahun 2017, OJK mewajibkan lembaga jasa keuangan untuk menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB).

Selain itu, terdapat kewajiban bagi lembaga keuangan, emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report).

Taksonomi hijau diterapkan di Indonesia karena beberapa produk asal Indonesia sering kali dipermasalahkan pihak global.

Baca Juga: Apa Bedanya OVO Dompet Digital dengan OVO Finance yang Izinnya Dicabut OJK? Begini Penjelasannya

Penolakan tersebut karena produk asal Indonesia dinilai tidak sesuai dengan taksonomi hijau.

Taksonomi hijau OJK dapat didefinisikan sebagai klasifikasi sektor berdasarkan kegiatan usaha yang mendukung upaya perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim yang telah sejalan dengan definisi di beberapa negara lain seperti EU Green Taxonomy dan China Green Catalogue.

Maka dari itu, OJK mengkhawatirkan apabila taksonomi hijau tidak dilakukan maka Indonesia tidak akan mendapatkan porsi kue di pasar perekonomian global. 

Guna melakukan penerapan taksonomi hijau maka merlu dilakukan identifikasi. Identifikasi tersebut nantinya akan dilakukan ke berbagai industri, baik industri pertanian, real estate, dan lainnya. Yang pastinya dari hulu hingga hilir, nantinya akan diberikan label industri hijau atau bukan, Tentunya ini juga sebagai upaya guna menciptakan keuangan yang berkelanjutan. 

“Saya menghawatirkan jika kita tak segera melaksanakan, tidak kompetitif maka Indonesia tidak mendapatkan tempat yang baik, karena produk kita ditolak. Tidak mematuhi taksonomi hijau,” terang Wimboh.

Baca Juga: Baru Beroperasi 2 Tahun, Izin PT OVO Resmi Dicabut, Ini Alasan OJK

Dilanjutkan Wimboh Santoso, maka dari itu OJK telah merampungkan pembentukan taksonomi hijau yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman penyusunan kebijakan guna memberikan insentif di bidang ekonomi hijau. 

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dari beberapa wilayah yang mempunyai susunan taksonomi untuk sektor ekonomi hijau, setelah Uni Eropa, ASEAN dan Tiongkok.

Wimboh juga mengatakan bahwa OJK sebelumnya telah membentuk task force keuangan berkelanjutan, di mana kick-off nya pada awal Oktober 2021 kemarin. 

Baca Juga: Atasi Pinjol Ilegal, OJK Memiliki Sistem Pengaturan dan Pengawasan yang Terintegrasi

“Kehadiran Task Force ini menjadi platform koordinasi sektor jasa keuangan, yang terintegrasi bagi ekosistem keuangan berkelanjutan di Indonesia yang dapat meningkatkan green financing oleh lembaga jasa keuangan," terang Wimboh.***

 

Editor: Timothy Lie


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah