Apa Arti Greenflation yang Ramai di Debat Cawapres Gibran vs Mahfud MD? Ternyata, Ini Maksudnya

21 Januari 2024, 22:51 WIB
Mahfud MD dan Gibran Rakabuming Raka di Debat Cawapres Pilpres 2024, Minggu 21 Januari 2024. /Antara/M Risyal Hidayat/

ZONA SURABAYA RAYA- Apa arti Greenflation atau inflasi hijau yang bikin panas antara Gibran Rakabuming dan Mahfud MD di Debat Cawapres kedua Pilpres 2024?

Dalam Debat Cawapres kedua di JCC Senayan Jakarta, Minggu 21 Januari 2024, mengusung tema Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup; Sumber Daya Alam dan Energi; serta Pangan, Agraria, Masyarakat Adat, dan Desa."

Pada sesi tanya jawab, Gibran Rakabuming melontarkan pertanyaakan kepada Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD tentang greenflation.

"Bagaimana cara mengatasi greenflation?," tanya Gibran Rakabuming Raka, Cawapres nomor urut 1.

Baca Juga: Cek Fakta: Cawapres Gibran Klaim 1,5 Juta Hektare Hutan Adat Sudah Diakui Pemerintah, Benar atau Salah?

Namun, Mahfud MD meminta Gibran menjelaskan lebih detil maksud dari greenflation. Sebab, sesuai aturan debat penanya harus menjelaskan mengenai terminologi yang ditanyakan.

Moderator pun ikut turun tangan dan meminta Gibran menjelaskan maksud dari pertanyaannya tentang greenflation.

Gibran kemudian mengalah dan memberi penjelasan mengenai greenflation. Namun penjelasan Gibran berupa ilustrasi.

"Prof Mahfud yang namanya greenflation atau inflasi hijau itu kita kasih contoh yang simpel aja, demo rompi kuning di Prancis bahaya sekali, sudah memakan korban. Harus kita antisipasi jangan sampai ke Indonesia, kita belajar dari negara maju. Negara maju aja masih ada tantangan-tantangannya," papar Gibran.

Arti Greenfaltion

Benarkah yang disampaikan Gibran mengenai arti Greenfaltion? Dikutip dari Pikiran-rakyat.com yang mengambil referensi dari Financial Times, bahwa Greenflation itu merujuk pada peningkatan harga bahan baku energi akibat transisi hijau yang juga memicu mahalnya harga energi di tingkat konsumen sejak Musim Semi 2021, yang mengguncang berbagai sektor ekonomi.

Kenaikan harga energi tersebut terjadi akibat komitmen untuk beralih pada energi hijau atau energi ramah lingkungan sehingga dinamakan Greenflation.

Contohnya, Intensifikasi aturan lingkungan yang membatasi investasi pada proyek pertambangan yang sangat polusif membatasi penawaran bahan mentah, yang juga mengakibatkan lonjakan harga.

Transisi hijau menjadi lebih mahal seiring dengan semakin luasnya penerapannya.

Selanjutnya, pajak karbon, yang diambil untuk mengatasi masalah emisi karbon yang merusak lingkungan, menyebabkan kenaikan harga bensin.

Hal tersebutlah yang memicu gerakan protes Yellow Vests atau Rompi Kuning yang disinggung Gibran di Prancis pada 2018.

Dalam hal logam strategis, harga lithium, yang digunakan untuk membuat baterai mobil listrik, meningkat 400% pada tahun 2021.

Kecenderungan ini diperkirakan akan terus berlanjut, sementara permintaan lithium diperkirakan akan meningkat 40 kali lipat pada tahun 2040.

Hal yang sama terjadi pada aluminium, yang digunakan untuk menghasilkan energi surya dan angin, harganya naik dua kali lipat antara 2021 dan 2022, mencapai rekor tertinggi.

Kecenderungan ini juga diharapkan akan berlangsung, karena Tiongkok, yang memproduksi 60% dari semua aluminium, memutuskan untuk membatasi produksi pabrik baru yang sangat polusi, guna mencapai netralitas karbon.

Istilah greenflation juga mengindikasikan bahwa kenaikan harga bisa bersifat jangka panjang, seiring dengan nengara-negara di dunia berusaha memenuhi komitmen lingkungan mereka.

Peningkatan pengeluaran untuk teknologi bebas karbon menyebabkan kenaikan harga bahan yang strategis untuk infrastruktur tersebut. (Asahat Edi Rediko PS/Pikiran Rakyat)

Artikel ini telah tayang di Pikiran-Rakyat.com dengan judul "Apa Itu Greenflation atau Inflasi Hijau? Benarkah Penjelasan Gibran Rakabuming?". ***

Editor: Ali Mahfud

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler