Salah satu hal yang menurutnya penting untuk dilakukan adalah menggunakan instrumen penataan ruang secara ketat.
"Tata ruang harusnya sudah mengatur mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang merupakan kawasan budi daya yang bisa dikembangkan dan mana kawasan yang memiliki fungsi lindung," kata dia.
Pembangunan fisik di Jakarta, menurutnya, masih hanya mempertimbangkan soal kapasitas atau daya tampung, namun belum secara serius memikirkan tentang daya dukung.
Baca Juga: Polda Jatim Amankan Pelaku Pembobol Kartu Kredit Mata Uang Asing
"Setiap orang tentunya membutuhkan air bersih, listrik, dan input lainnya, sementara dari segi output mereka akan menghasilkan limbah yang harus diolah. Penting untuk diperhatikan apakah Jakarta memiliki kemampuan dalam hal input dan output ini," kata Bambang.
Jumlah penduduk Jakarta telah mencapai lebih dari 10 juta sedangkan luas wilayahnya hanya sebesar 661 kilometer persegi.
Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi pada kebutuhan ruang serta sarana dan prasarana untuk mendukung kehidupan masyarakat. Padahal, pembangunan fisik memberi beban bagi lahan.
"Dengan dibangun secara fisik itu akan menjadi beban bagi tanah, di pihak lain juga kebutuhan air bersih yang diperlukan masyarakat disedot terus dari bawah permukaan tanah. Lahan manapun pasti akan mengalami suatu penurunan," kata dia.
Baca Juga: Bangkalan Mikro Lockdown, Ini Alasan Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta
Fenomena-fenomena ini, menurutnya, memicu kekhawatiran para ahli terhadap ancaman tergenangnya Jakarta.