Meskipun demikian, hal ini menimbulkan dilema. Di satu sisi, Islam mendorong kebersihan dan kenyamanan sosial, namun di sisi lain, terdapat anjuran untuk membiarkan mulut tetap dalam keadaan bau saat sedang berpuasa.
Menurut Imam Syafi'i, membiarkan bau mulut saat berpuasa dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari merupakan suatu kesunahan.
Beliau menjelaskan bahwa ada keistimewaan tersendiri dalam membiarkan bau mulut ketika berpuasa.
Namun, pendapat ini tidaklah mutlak. Ada ulama lain seperti Syekh 'Izzuddin bin Abdissalam as-Sulami yang berpendapat bahwa lebih baik membersihkan mulut daripada membiarkannya dalam keadaan bau.
Kedua pandangan tersebut merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, yang menyatakan bahwa bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma misik.
Baca Juga: Jalani Ibadah Puasa dengan 5 Lagu Religi yang Memikat Hati, Ramadhan Penuh Hikmah
Kesimpulannya, baik Imam Syafi'i maupun Syekh 'Izzuddin, sepakat bahwa meskipun bau mulut orang yang berpuasa dianggap harum di sisi Allah, tetapi hal ini bukan berarti boleh membiarkannya tidak bersih.
Perbedaannya terletak pada logika hukum dan argumentasi yang ditawarkan.
Mazhab Syafi'i menyatakan bahwa karena Allah mengaitkan antara bau mulut orang yang berpuasa dengan pahala yang besar, maka membiarkan bau mulut tersebut adalah bagian dari apresiasi Allah terhadap mereka yang rela menjalankan ibadah puasa.
Oleh karena itu, disarankan untuk membiarkannya tanpa membersihkannya.***