Ponpes Al-Munir Situbondo akan Gelar Haul KHR Abdul Mu'iz Idris yang masih Keturunan Sunan Kudus

- 3 Mei 2022, 14:00 WIB
Tangkapan layar Woro-woro Haul yang di ambil dari Grup WhatsApp Ponpes Al-Munir Situbondo.
Tangkapan layar Woro-woro Haul yang di ambil dari Grup WhatsApp Ponpes Al-Munir Situbondo. //Zona Surabaya Raya/Ahmad Saifullah.
 
 
ZONA SURABAYA RAYA - Pondok Pesantren Al- Munir Jalan Raya Kalianget Banyuglugur Kabupaten Situbondo, akan menggelar haul ke 17, DR KH R Abdul Mu'iz Idris Al-Qudusy dan para Masyayikh.
 
Rencana haul pendiri dan para Masyayikh itu akan dilakukan pada Rabu 11 Mei 2022 atau 10 Syawal 1443 Hijriyah.
 
Dalam haul ke 17 itu sendiri akan menggelar rangkaian acara, salah satunya istighosah di Pondok Pesantren Al-Munir pada malam hari.
 
Selain itu haul tersebut dimulai pada pukul 08.00 WIB. Dimana, pada waktu itu, akan dimulai sholat Dhuha bersama dan Khotmil Qur'an hingga menyambung sholat Dzuhur berjamaah.
 
 
Selanjutnya pada pukul 15.00 WIB hingga 17.00 WIB, diselenggarakan halal bihalal antara alumni dengan pengasuh Pondok Pesantren Al-Munir Situbondo.
 
Untuk pukul 17.30 hingga 19.30 dilanjutkan dengan sholat Maghrib berjamaah dan Istighosah bersama.
 
 
"Haul Pendiri Pondok Pesantren Al-Munir Besuki Situbondo, Insyallah akan dilakukan 10 Syawal 1443 Hijriyah," tegas salah satu Panitia Haul, Supriani Hamidah.
 
Sedangkan untuk Ketua Panitia Haul sendiri masih kata Hamidah, ialah Kepala Desa Randutata Kecamatan Paiton, Suham.
 
"Ketua Panitianya Pak Suham (Kades Randutata). Dia juga almuni Pondok Pesantren Al-Munir," tegasnya.
 
Selain itu Hamidah berharap, agar para Alumni Pondok Pesantren Al-Munir Besuki Situbondo, agar mensukseskan haul pendiri Pondok Pesantren ini.
 
"Mohon kehadirannya semua tanpa terkecuali," tegasnya.
 
Berikut Profil lengkap DR. KHR. Abdul Mu'iz Idris Al-Qudusy
 
KH. Abdul Muiz adalah putra KH. Idris, dari 11 saudara yang merupakan cucu KH. Sarqowi, pendiri pesantren An-Nuqoyah Guluk-guluk Sumenep Madura. 
 
Beliau dikenal sebagai seorang pengayom ummat lewat nasehat dan kepeduliannya terhadap problema yang dialami oleh masyarakat, baik masalah yang bersifat pribadi maupun yang bersifat umum.
 
Dalam pengembaraannya, Kiai Muiz bertemu dan berjodoh dengan seorang gadis bernama Zaitun, putri KH. Abdul Aziz, yang kemudian dinikahinya dalam usia 28 tahun. 
 
Istri beliau juga merupakan cucu kesayangan KH. Rois, pendiri pesantren Nurul Hikam, Desa Sambirambak, Panji, Kabupaten Situbondo.
 
Tiga tahun setelah menikah, Kiai Muiz hijrah ke Desa Kalianget Kecamatan Banyuglugur Kabupaten Situbondo.
 
Di desa itu, beliau menempati tanah berukuran 6 x 10 m2 di pinggiran pantai yang masih rawa-rawa. 
 
Di atas tanah tersebut dibangun rumah semi permanen yang berukuran 4x6 meter yang dijadikan tempat kediaman dan sekedar tempat berteduh. 
 
Berkat keistiqomahan, kesabaran dan keikhlasannya ternya mendapat sambutan positif oleh masyarakat sekitar. 
 
Hingga pada tahun 1970 mulailah santri berdatangan dari segala penjuru hingga mencapai 500 santri untuk menuntut ilmu agama.
 
Kiai Muiz juga aktif di organisasi kemasyarakatan, baik NU, IPNU, GP Ansor, LP Ma’arif dan beberapa organisasi lainnya.
 
Selain itu, dia juga dikenal sebagai kiai yang mempunyai dedikasi terhadap regenerasi Islam yang ditunjukkan melalui pengajian dan pendidikan yang tidak dikenal lelah, untuk dijadikan sarana pembinaan masyarakat dengan segala upaya. 
 
Kiai Muiz yang masih keturunan Sunan Kudus ini, terasa dekat di hati masyarakat. 
 
Masa remaja beliau banyak dihabiskan di pesantren yang berada di lingkup rumahnya sendiri. 
 
Dalam menguasai ilmu agama, Kiai Muiz dikenal sebagai kiai yang menguasai leteratur agama, baik yang salaf sampai yang ditulis para intelektual Islam modern.
 
Sebagai seorang kiai, kiai Muiz juga seorang pemerhati dan hoby kesenian. 
 
Kegemarannya terhadap rebbana disalurkannya dalam komunitas hadrah yang dijadikan sarana dakwah pengenal sejarah nabi.
 
Tidak hanya itu, kiai Muiz juga menggemari musik gambus. Jadi tidak heran bila beliau menguasai alat musik secara otodidak dapat beliau kuasai, seperti rebana, biola, gitar, dan mawaris.
 
Ada tiga hal yang selalu diajarkan kiai Muiz kepada santrinya. 
 
Pertama, mendirikan Sholat sebagai benteng diri dari prilaku yang bisa mengarahkan terciptanya keburukan dan kejahatan serta kekejihan. 
 
Kedua, senantiasa baik sangka kepada Allah di dalam berdzikir.
 
Ketiga, berdoalah agar tidak sombong, ujub dan takabur.
 
Berkat kecintaanya terhadap pengembangan masyarakat dan pengabdiannya di bidang keilmuan, pada tanggal 23 April 2000, beliau mendapatkan gelar Doktor kehormatan (Honoraris Causa) di bidang managemen masyarakat dan keagamaan dari ITM Malaysia.***

Editor: Budi W


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah