Anak Pesantren Sukses Berkibar di Dunia Politik Hingga Menjadi Walikota Probolinggo

- 29 Desember 2023, 00:11 WIB
Habib Hadi Zainal Abidin, Walikota Probolinggo
Habib Hadi Zainal Abidin, Walikota Probolinggo /Zona Surabaya Raya /Pemkot Probolinggo./

ZONA SURABAYA RAYA - Habib Hadi Zainal Abidin, yang berjuang untuk masyakarat Kota Probolinggo, rupanya lahir dan besar di lingkungan pondok pesantren.

Hadi Zainal Abidin memilih terjunke dunia politik demi perubahan positif bagi masyarakat.

Apalagi sejak kecil Hadi Zainal Abidin akrab dengan kehidupan pesantren.

Habib Hadi ini, lahir di Probolinggo pada 15 Mei 1979, ia adalah anak kedua dari pasangan Habib Muhammad bin Ali Al- Habsyi dan Maimoenah. 

Baca Juga: Sejak Kecil Jadi Santri, Faisol Riza Maju Lagi Jadi Caleg DPR RI Dapil Probolinggo - Pasuruan, Ini Profilnya

Pria yang akrab dipanggil dengan Habib Hadi ini memiliki satu orang kakak bernama Ali Zainal Abbidin (Habib Ali) yang kini menjadi pemimpin Pondok Pesantren Riyadlus Sholihin yang didirikan ayah mereka.

Ayahnya, Habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi adalah seorang ulama kelahiran Surabaya pada 20 Februari 1945.

Keluarga Habib Muhammad berasal dari daratan bagian selatan Jazirah Arab, tepatnya di daerah Hadramaut.

Baca Juga: Faisol Riza Tegaskan, PKB Tetap Fokus Perjuangkan Pesantren di Seluruh Indonesia

Habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi merantau ke Probolinggo pada 1969.

Ia dikenal sebagai ulama yangsangat dihormati, tak hanya di Probolinggo tapi juga daerah-daerah lain. 

Dua tahun kemudian, yakni pada 20 Februari 1971, pria yang sempat menuntut ilmu di Kota Mekah, Arab Saudi ini membangun Pondok Pesantren Riyadlus Sholihin.

Baca Juga: Kasus Selingkuh Berujung Penceraian Marak di Kabupaten Probolinggo?

Di lingkungan pesantren yang berlokasi di wilayah Ketapang, Kademangan, Kota Probolinggo, inilah Habib Hadi dan sang kakak, Habib Ali melewati masa kecil hingga dewasa. 

Pendidikan formal sejak bangku sekolah dasar hingga SMA juga dia lalui di sana.

Habib Hadi sempat tinggal di sebuah pondok kecil atau biasa disebut gazebo di salah satu sudut pesantren. Hingga saat ini pondok kecil itu masih berdiri. 

Baca Juga: Komisi VI DPR RI Jawab Keluhan Warga Pulau Gili Probolinggo Soal Kesehatan dan Pinjaman Lunak

Tak banyak barang yang tersimpan di pondok berdinding anyaman bambu itu. 

Didinding itu tergantung foto dan lukisan Habib Hadi di usia belasan tahun. Juga foto mendiang sang ayah yang dia panggil abah.

 "Sejak 1997 saya menginap di sini tidur di sini," kenang Habib Hadi.

Baca Juga: Ketua DPP PKB Kunjungi Infrastruktur Yang Rusak di Pulau Gili

Kenangan menetap di pondok menjadi salah satu momen yang melekat kuat di benak Habib Hadi. 

"Momen yang tidak bisa diulang dan lingkungan di pondok pesantren memiliki perbedaan dan kekhasan yang tidak bisa dilupakan dan tidak bisa dibandingkan dengan momen yang lainnya. Itu yang paling penting," tuturnya.

Ia masih ingat, ketika selesai dibangun pada 1997, setiap malam ketika tidur nyenyak dia kerap diganggu ular yang menyelinap dari di belakang pondok yang waktu itu masih area persawahan. 

Baca Juga: ALHAMDULILLAH! Bantuan Dana PIP Untuk Ribuan Siswa di Pasuruan Cair, Warga: Terimakasih Pak Faisol Riza

"Setiap hari pasti ada ular masuk," ujarnya.

Tak gentar, Habib Hadi langsung menangkap ular itu dengan tangan kosong dan membuangnya ke luar.

Seru, asyik, dan nyaman. Itulah yang dia rasakan selama tinggal di pondok selama 24 jam terpisah dari keluarganya yang tinggal di rumah mereka. 

Baca Juga: BLT DD Milik Warga Probolinggo Diduga Dikorupsi Mantan Kades, Dijemput Pakai Mobil Hiace

Setiap hari, sambil mengawasi para santri yang bermukim di pesantren, Habib Hadi terkadang bermain voli atau sepak bola di sore hari. 

Namun yang tak boleh terlewatkan, setiap waktu magrib dan Isya dia wajib menunaikan solat berjamaah bersama sang ayah di rumah. 

"Itulah yang selalu rutin dilakukan semasa ada abah saya,"kata Habib.

Baca Juga: Warga Probolinggo Blokir Jalan, Ini Penyebabnya

Hadi mengenang sang ayah yang wafat pada 2005 silam. 

Habib Hadi baru keluar dari pondok dan tinggal rumah utama setelah mempersunting seorang gadis asal Surabaya bernama Aminah Alhadad pada 2002.

Setelah sang ayah wafat pada 20 Februari 2005, kepemimpinan dilanjutkan oleh kakaknya, Habib Ali yang saat itu baru menyelesaikan pendidikannya di Kota Mekah, Arab Saudi. 

Baca Juga: Ini Kata PBNU Dicopotnya KH Marzuki Mustamar Sebagai Ketua PWNU Jatim

Fokusnya adalah meneruskan perjuangan ayahnya berdakwah di tengah-tengah masyarakat.

Adapun Habib Hadi yang juga menjadi pengasuh pondok, bertugas mengurus segala kebutuhan dan pembangunan serta pengembangan pesantren.

"Alhamdulillah saya bisa mempertahankan dan memperjuangkan pengembangan pondok pesantren ini karena antara merintis dan mempertahankan paling sulit adalah mempertahankan. Merintis, berusaha, pasang surut itu biasa. Tapi kalau bertahan di tengah pasang surut, itu menjadi tantangan tersendiri," tutur Habib Hadi.

Baca Juga: Ini SK Pemecatan KH Marzuki Mustamar Sebagai Ketua PWNU Jatim Oleh PBNU Yang Banyak Dicari

Habib Hadi Zainal Abidin
Habib Hadi Zainal Abidin

Bagi Habib Hadi, pesantren bukan sekadar tempat menimba ilmu, khususnya ilmu agama. 

"Banyak hal yang membentuk karakter dan kepribadian saya, menjadi orang yang tangguh dalam mengambil keputusan dan menyikapi tantangan yang ada," ujarnya. 

Di pesantren pula kesadarannya untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya mulai terbangun.

Baca Juga: KH Marzuki Mustamar Dipecat Sebagai Ketua PWNU Jatim?

Habib hati juga menilai, keliru jika pendidikan Pesantren dipandang sebelah mata. Sebab pendidikan di pesantren justru lebih lengkap dibandingkan sekolah umum.

"Apa yang dipelajari di sekolah umum juga dipelajari di pesantren, bahkan lebih detail,"ujar Habib Hadi 

Selain memperluas wawasan dengan beragam  ilmu dan mengenal sendi-sendi kehidupan. Para santri juga dididik untuk bisa terjun ke masyarakat serta mengaplikasikan ilmu yang didapatnya.

Baca Juga: Anggota DPR Bangun Infrastruktur di Probolinggo Demi Kemajuan Desa, Kades: Terimakasih Pak Faisol Riza

"Mereka harus bisa menjadi pengayom untuk masyarakat, jiwa itu yang tidak bisa diremehkan terang Habib Hadi.

Ini juga yang diterapkan di Ponpes Riyadlus Sholihin. Setiap tahun sekitar 50 hingga 100 santri, dikirim ke berbagai pelosok daerah sebagai syarat kelulusan.

"Karena ilmu agama yang kita dapat harus bisa kita siarkan ke pelosok-pelosok," pungkasnya. 

Baca Juga: ALHAMDULILLAH! Bantuan Dana PIP Untuk Ribuan Siswa di Pasuruan Cair, Warga: Terimakasih Pak Faisol Riza

Hal itu ditulis oleh Habib Hadi Zainal Abidin didalam bukunya yang berjudul Habib Hadi, Teguhkan Diri Mengabdi untuk Kota Probolinggo.***

Editor: Ahmad Saifullah


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah