Polemik Hari Jadi Kota Surabaya, Wakil Ketua DPRD AH Thony: Bisa Dibentuk Pansus HJKS

- 2 Juni 2021, 18:31 WIB
(dari kiri) Anggota Forum Begandring Soerabaia Khotib, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A.H. Thony, Anggota Forum Begandring Soerabaia Nanang Purwono, dan Koordinator Forum Begandring Soerabaia Kuncarsono Prasetyo.
(dari kiri) Anggota Forum Begandring Soerabaia Khotib, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A.H. Thony, Anggota Forum Begandring Soerabaia Nanang Purwono, dan Koordinator Forum Begandring Soerabaia Kuncarsono Prasetyo. /Zona Surabaya Raya/Byta Indrawati

Nah, menurut sejarawan, HJKS sendiri jatuh pada tanggal 1 April 1906. Sebab, pada tanggal tersebut, Surabaya baru ditetapkan sebagai kota. Dibandingkan penetalan pada 31 Mei 1293, bukti autentik bahwa HJKS jatuh pada 1 April 1906 cukup banyak.

Sebab, pada 1 April 1906, ada desentralisasi dari Batavia ke beberapa tempat untuk punya otonomi daerah. Beberapa wilayah di antaranya ada Sukabumi, Malang, Denpasar, dan Bandung.

Mengenakan baju serba hitam, Thony menemui Kuncarsono, Nanang Purnomo dan Khatib Ismail dari Komunitas Begandring Soerabaia.

"Gugatan itu menimbulkan kegamangan. Artinya hari jadi Surabaya yang selama ini diaykini pada 31 Mei 1923, ternyata ada versi 1 April 1906. Jangan sampai ada kesalahan yang diyakini benar," ujarnya.

Thony berharap penetapan 31 Mei 1923 bukan merupakan produk politik. Dalam forum pada Senin, 31 Mei 2021 lalu, Ia mengapresiasi perbandingan periodik yang disajikan sejarawan.

Baca Juga: Bersaing dengan Jenderal Andika, Laksamana Yudo Margono Dijagokan Jadi Panglima TNI

"Seolah di 1 tahun ada 3 momen besar, yaitu HJKS, HUT Indonesia, dan Hari Pahlawan. Kalau dilakukan secara periodik, Surabaya nggak kehabisan acara. Nah, itu yang harus diperhatikan. Jangan sampai tanggal salah dan kita merayakan kesalahan," terangnya.

Dalam khazanah akademik, Thony mengaku memahami bahwa pengetahuan yang disampaikan jadi kebenaran bisa digugurkan bila ada temuan baru yang lebih dipertanggungjawabkan.

"Itu etika akademik. Kalau ini diterapkan pada HJKS, bisa saja. Asal didukung bukti dan artefak. Jangan sampai menetapkan sesutau yang salah. Nanti kita bisa jadi bahan tertawaan," jelasnya.

Dia mengaku akan mendampingi sejarawan untuk menindaklanjuti hal tersebut. Berangkat dari diskusi pada forum Senin lalu, Ia melihat kaidah akademik belum bisa dipertanggungjawabkan.

Halaman:

Editor: Gita Puspa Ningrum


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah