ZONA MISTERI : Saat Leher Ayam Jantan Itu Dipotong, Seketika Kepala Sang Suami Terpisah Dari Tubuhnya

9 Agustus 2021, 21:08 WIB
ILUSTRASI AYAM JANTAN / PIXABAY / Sasint/

 

ZONA SURABAYA RAYA - Kisah ini diceritakan oleh salah satu sahabat catatanpipitika.

Ini adalah kisah nyata yang terjadi di tahun 2014.

Saat itu Elsa tengah bertugas di Jawa tengah, sekitar Klaten. Lokasinya masih lengang.

Dikelilingi hutan dan tak banyak hiruk pikuk aktivitas di daerah tersebut.

Tempat Elsa bekerja, memberinya mess di daerah tersebut.

Mess itu terpisah antara mess laki-laki dan wanita namun masih dalam satu halaman.

Mess khusus wanita, berisi 4 orang termasuk Elsa, namun saat itu teman-teman Elsa sedang pergi, jadilah dia sendirian di dalam kamar.

Sore selepas dinas, kebetulan hari itu mess terlihat sangat sepi sekali, begitupun Mess laki-laki.

Elsa pikir, mungkin mereka semua main atau belum pulang kerja.

Baca Juga: ZONA MISTERI: Rumah, Hidup Bersama Mereka yang Tak Kasat Mata


Elsa dikagetkan dengan gedoran di pintu.

Dilihatnya dari kaca jendela, seorang ibu yang dia ketahui tinggal tak jauh dari mess, terlihat menggedor pintu dengan panik.

Matanya berkaca-kaca, ia meminta tolong sambil menggendong balitanya.

Elsa membuka pintu penuh tanda tanya,
“Ada apa ya bu, ada yang bisa saya bantu,” tanya Elsa dengan santun.
“Tolong saya mbak! Antarkan saya ke rumah Mbah! Saya bingung, sudah beberapa hari ini rumah saya di datangi rentenir,” jawab si ibu dengan linangan airmata.

“Mana suami saya masih di Bekasi mbak, saya bingung, makanya ini mau minta tolong mbah saya di sana (si ibu mengatakan nama tempat didekat sebuah candi).”
“Baiklah kalau begitu, tunggu ya bu, saya ambil motor dulu.”

Elsa pikir, si ibu minta tolong diantarkan ke rumah mbahnya, untuk melarikan diri dari orang-orang itu.
Dia melihat si ibu dengan kasihan.

Tanpa pikir panjang, Elsa setuju untuk mengantarkan si ibu kesana.


Dia hanya berniat menolong dengan mengantarkan si ibu ke rumah mbahnya.

Jarak menuju tempat itu tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10 menit ditempuh dengan motor.

Akan tetapi, untuk menuju langsung ke rumah si mbah, harus ditempuh dengan jalan kaki selama setengah jam.

Medannya juga lumayan sulit karena masih tanah liat dan menanjak, sehingga Elsa sedikit kepayahan.

Akhirnya, sampailah mereka ke sebuah rumah yang cukup bagus. Jauh lebih bagus dibanding rumah lain di sekitarnya yang masih terbuat dari gedhek atau anyaman bambu.

Kemudian mereka menguluk salam,

“Assalamualaikum,”
Dalam hati Elsa berpikir, mungkin si ibu hendak meminjam uang dari mbahnya, demi melihat rumah si mbah yang bagus.


Tiba-tiba, dari dalam, keluarlah seorang kakek yang usianya sekitar 60-70 tahun, memakai ikat kepala, merokok menggunakan lisong. Tubuhnya sangat kurus, keluar dari samping rumah.

“Oh, nduk, wes tak tunggu, pancen simbah wes kroso (memang simbah sudah kerasa),” ucap si mbah.
“Nggih mbah, kulo Yati,” si ibu memperkenalkan diri pada si kakek dengan panik.

Kemudian, kakek mempersilahkan mereka masuk.


Dari sini Elsa mulai curiga, dia pikir, mereka menuju rumah kakek dari ibu tersebut, tapi, kenapa si ibu memperkenalkan diri?


Bu Yati kembali memperkenalkan diri pada kakek, dia bercerita bahwa rumahnya dijadikan jaminan rentenir oleh suaminya, tanpa sepengetahuannya.

Rupanya suami bu Yati diam-diam menjaminkan rumah peninggalan orangtua bu Yati untuk hutang sebesar 70 jutaan.

Jika tidak bisa membayar, maka rumah tersebut akan disita.

Sedangkan bu Yati hanya memiliki rumah itu sebagai peninggalan satu-satunya.

Saat tengah bercerita, kakek tiba-tiba menyela ucapan bu Yati,
“Wes nduk, mbah sudah paham,” ucap kakek sambil mengeluarkan sebilah pisau dari bawah meja.

“Sudah, nggak usah dijadikan pikiran, ini kamu pegang,”
Kakek mengulurkan pisau tersebut ke bu Yati dan diterima bu Yati dengan takdzim.

“Itu disana ada 2 ayam cemani, kamu pilih saja,” lanjut kakek.
“Nggih mbah.”

Dari ruang tamu tersebut, terlihat sebuah ruangan di tengah rumah, terdapat 2 ekor ayam hitam yang dikurung menggunakan kurungan ayam yang terbuat dari bambu.

“Sudah nduk, kamu pilih dengan baik, yang jantan atau betina, jangan sampai salah pilih,” ucap kakek.
“Iya mbah, saya pilih yang jantan saja,” ucap bu Yati dengan yakin.
“Ya sudah.”

Kakek mengambil ayam cemani jantan tersebut, merentangkan leher ayam dan meminta bu Yati memotong putus tepat di bagian itu.

Bu Yati mengerjakan sesuai perintah kakek.

Kepala ayam hitam itupun terlepas dari badannya.

Kemudian kakek menyimpan kepala ayam itu entah dimana.

Elsa hanya bisa bengong menyaksikan mereka, apalagi dia sambil menggendong balita bu Yati.

Baca Juga: ZONA MISTERI : Rumah, Hidup Bersama Mereka yang Tak Kasat Mata [end]


Kemudian kakek berkata,
“Sudah nduk, sudah selesai masalahmu. Nanti di lemarimu kamu lihat ya, jangan lupa.”
“Baik, terima kasih mbah,” ucap bu Yati, dan kami berpamitan pulang.

Di perjalanan, Elsa berpikir keras. Banyak pertanyaan berkecamuk di benaknya.

Maksudnya bagaimana, sebenarnya ada apa, siapa kakek tadi. Tapi yang dia lakukan hanya diam.

Sebenarnya dia menduga ada yang tak beres, namun dia tak percaya. Masa sih, ini tahun 2014, masa masih ada hal-hal semacam itu?

Bu Yati meminta diantarkan langsung ke rumah.

Elsa ingin segera pulang, tapi bu Yati melarangnya.

Elsa dipersilahkan masuk ke ruang tamunya dan dibuatkan teh hangat.

Bu Yati bergegas masuk kamar,

“Mbak, tolong saya dibantuin ngitung ini,” ucapnya sambil membuka buntelan dari sebuah kain lusuh bercorak batik yang mirip jarik.

Sampai di situ Elsa semakin bingung. Tak urung, Elsa tetap membantu ibu itu untuk menghitung uangnya. Elsa menggenggam uang di tangannya, benar-benar uang asli.

Dia bahkan masih mengingat jumlahnya dengan persis, 74 juta lebih 30 ribu.

Tepat jam 8 malam, rentenir datang ke rumahnya, diberikanlah uang itu pada si rentenir.

Karena masih ada sisa, si ibu menawarkan padanya uang bensin, namun Elsa menolaknya dengan halus.

Sesaat Elsa tercenung, tak habis pikir lagi. Berkali-kali dia memastikan bahwa itu bukan mimpi.

Bahkan dia melihat si rentenir menghitung uang itu lagi tepat di depannya.

Saat hendak berpamitan, tiba-tiba gawai si ibu berdering.

Kebiasaan si ibu, kalau telepon di-loud speaker.

Saat itu juga Elsa mendengar kalau telepon tersebut dari teman kerja suami bu Yati yang mengabarkan jika suami bu Yati kecelakaan sore tadi, terlindas kereta api, kepalanya putus dan sampai sekarang kepalanya belum ditemukan.

Elsa bergidik ngeri.

Namun yang lebih ngeri lagi, Elsa melihat wajah bu Yati yang tidak menampakkan kesedihan sama sekali, bahkan ketika telepon sudah terputus, ia berkata,

“Rasain! Salah sendiri ngerebut warisanku, ninggali kok ninggali utang, nggak mau tahu aku, biar tau rasa!”

Elsa pamit pulang dengan menahan gemetar.

Teringat ayam betina dan jantan tadi, jika bu Yati memilih betina, apakah berarti itu balitanya?

Sejak saat itu, Elsa semakin yakin, jika dia harus lebih giat bekerja dan mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa, daripada terjebak pada hal-hal demikian yang ternyata tetap ada tanpa memandang era.***

(Kisah Nyata @Catatanpipitika)

Editor: Julian Romadhon

Tags

Terkini

Terpopuler