ZONA MISTERI : Rumah, Hidup Bersama Mereka yang Tak Kasat Mata [end]

- 5 Agustus 2021, 22:09 WIB
/

Aku yang juga kebingungan, bertanya,
“Lah, kenapa Dito harus telpon mamanya, kok kamu bisa tahu bentuk rumah Dito?”
Kiky menatapku dengan tatapan gelisah.

“Aduh aku ngomongnya gimana mbak, aku tiba-tiba masuk rumahnya mas ini, ada yang jaga dirumahnya itu, tapi nggak bisa ngapa-ngapain, ini rumahnya di serang loh mbak, dibikin nggak nyaman, kasihan mamanya mas ini,”ucapnya tiba-tiba.

“Hush! Apa sih Ky, masuk gimana, diserang gimana? Jangan bikin fitnah dan suudzon!” tukasku.
“Kayaknya aku ngerti maksud mbak,” ucap Dito tiba-tiba.

Singkat kata, Dito bercerita jika memang sudah merasa jika ada yang tidak beres di rumahnya. Perkara jual beli rumah. Akhirnya, Dito mencoba mendengarkan kalimat Kiky.

Baca Juga: ZONA MISTERI: Rumah, Hidup Bersama Mereka yang Tak Kasat Mata

“Pot depan rumahmu yang bunganya putih, coba gali, ada sesuatu di situ, dibungkus kain, buang itu sejauh mungkin, ke sungai saja kalau bisa, abis itu, bilang mamanya untuk tabur garam di sudut-sudut rumah, sambil baca doa, abis tu, bagi sedekah ya mas, ke tetangga sekitar saja, berupa makanan juga boleh, nanti, kalau ada tetangga yang sikapnya aneh, jangan kaget ya, jangan cerita apapun ke dia, doakan yang baik untuknya. Udah, gitu dulu aja, lekas telpon mamanya!”
Dito menuruti kata-kata Kiky. Ia menelpon mamanya dan semuanya tepat seperti yang Kiky bilang. Semua yang diucapkan Kiky diturutinya.

“Mbak, aduh mbak, aku ketahuan, dia lihat aku mbak, dia datang mbak, astaghfirullah,” racau Kiky tiba-tiba, wajahnya berkeringat.
“Ya Allah, ya Allah, apa ini, mas, mas Ryan tolong aku!” Kiky menyebut nama suamiku, kakaknya.

Tanpa berbicara, kulihat suamiku langsung bersila disamping adiknya, tangannya bergerak seolah mengambil sesuatu dari tubuh Kiky. Kulihat adik iparku itu menangis.

“Jahat dia, jahat, aduh!” isaknya seperti tengah kesakitan.

Aku bingung melihat itu. Pertama kalinya juga kulihat suamiku begitu. Orang yang sangat logis itu sekarang seperti sedang bertahan menggenggam sesuatu dalam semedinya. Keringatnya mengalir deras.
Aku terpaku pada sesosok wanita bermata tajam di anak tangga rumah. Tidak turun, dia hanya berdiri disitu. Memandang dengan bengis. Kubaca ayat kursi dalam hati.

Halaman:

Editor: Julian Romadhon


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x