ZONA SURABAYA RAYA - Sejumlah pawai ogoh-ogoh telah digelar di berbagai daerah sebegai rangkaian menyonsong Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945. Namun apakah kalian sudah mengetahui makna yang dari pawai Ogoh-Ogoh?
Lalu bagaimana sejarah lengkap hadirnya ogoh-ogoh sebagai tradisi?
Jika belum, baiknya kalian simak artikel berikut ini dengan seksama.
Pawai ogoh-ogoh merupakan tradisi masyarakat Bali menjelang Hari Raya Nyepi.
Tradisi Ogoh-Ogoh umumnya digelar saat Pengerupukan. Pengertian Pengerupukan adalah satu hari sebelum perayaan Nyepi.
Ogoh-ogoh termasuk ke dalam seni patung dan mengilustrasikan kepribadian dari Bhuta Kala.
Sejarah Kemunculan Ogoh-Ogoh
Terdapat beragam versi yang menyatakan kemunculan tradisi Ogoh-Ogoh.
Ada yang mengatakan bahwa Ogoh-Ogoh berasal dari Tradisi Ngusaba Ngong-Nging, digunakan dalam upacara pitra yadnya, atau perwujudan dari Raja Jaya Pangus dan Putri Kang Cing Wei yang buruk rupa dan menyeramkan.
Baca Juga: Wisata Religi Ramadhan 2023: Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya, Masjid Pertama Muslim Tionghoa
Kemajuan zaman membuat tradisi Ogoh-Ogoh menjadi diminati dan mendapatkan banyak perhatian dari para turis.
Ogoh-ogoh adalah sebuah boneka raksasa yang umumnya mengilustrasikan Bhuta Kala ataupun roh-roh jahat.
Umumnya pembuatan Ogoh-ogoh dilakukan oleh pemuda daerah setempat dan memakan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum acara.
Proses pembuatan ogoh-ogoh memakan waktu yang lama karena memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi. Pembuatan Ogoh-ogoh memakan biaya yang tidak sedikit setiap tahunnya.
Awalnya Ogoh-ogoh dibuat dengan bahan kayu dan bamboo untuk rangkanya lalu dibungkus dengan menggunakan kertas.
Seiring waktu berjalan ogoh-ogoh lantas dibuat dengan bahan besi dan bambu.
Bahan-bahan tersebut lantas dibentuk menjadi anyaman yang berfungsi sebagai rangka. Setelahnya rangka ogoh-ogoh tersebut dibungkus menggunakan gabus atau stereofoam.
Tahapan terakhir pembuatan ogoh-ogoh lalu dicat.
Makna Pawai Ogoh-Ogoh
Pawai Ogoh-Ogoh menyimpan makna tersendiri. Lebih dalam lagi, pawai Ogoh-Ogoh merupakan penggambaran dari sifat negative manusia. Pawai Ogoh-Ogoh lantas diarak keliling desa atau dapat juga dipentaskan.
Dalam proses pawai tersebut orang-orang yang terlibat didalamnya umumnya memikul Ogoh-Ogoh sembari meminum arak.
Hal tersebut menjadi penggambaran buruk sifat manusia.
Setelah dipikul untuk diarak keliling desa pawai diakhiri dengan pembakaran Ogoh-Ogoh sampai tak bersisa. Pawai Ogoh-Ogoh umumnya diadakan dari sore sampai dengan malam hari.
Filosofi dari pawai Ogoh-Ogoh itu sendiri adalah sebagai upaya manusia untuk menjaga kelestarian alam dan sumber daya yang tersedia di dalamnya.
Sebagai tambahan informasi selain digambarkan sebagai Bhuta Kala, Ogoh-ogoh kerap kali juga mengilustrasikan mahluk-mahluk yang hidup di Mayapada, Syurga, dan Naraka.***