Masyarakat dan Lingkungan Terancam Akibat Pencairan Salju Abadi di Puncak Jaya

- 23 Agustus 2023, 14:00 WIB
Kepala BMKG yaitu Dwikorita Karnawati Dalam seminar bertajuk "Dampak Perubahan Iklim terhadap Salju Abadi dan Ekosistemnya"
Kepala BMKG yaitu Dwikorita Karnawati Dalam seminar bertajuk "Dampak Perubahan Iklim terhadap Salju Abadi dan Ekosistemnya" /ANTARA/

ZONA SURABAYA RAYA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan keprihatinan serius terkait pencairan salju abadi di Puncak Jaya, Papua, sebagai akibat dari perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.

Diinformasikan bahwa peristiwa El Nino tahun ini bisa mempercepat risiko penurunan tutupan es di daerah tersebut.

Dalam seminar bertajuk "Dampak Perubahan Iklim terhadap Salju Abadi dan Ekosistemnya" yang diadakan di Jakarta, Kepala BMKG yaitu Dwikorita Karnawati, telah mengingatkan tentang kerentanan dan ancaman yang dihadapi oleh ekosistem di sekitar salju abadi akibat perubahan iklim.

Masyarakat adat lokal, yang sejak lama bergantung pada keseimbangan alam dan sumber daya di wilayah tersebut, juga menghadapi dampak serius akibat situasi ini.

Baca Juga: Selamatkan Bumi, Ribuan Mangrove di Tanam di Pantai Permata Kota Probolinggo

"Ekosistem yang ada di sekitar salju abadi menjadi rentan dan terancam. Perubahan iklim juga berdampak pada kehidupan masyarakat adat setempat yang telah lama bergantung pada keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam di wilayah tersebut,” jelas Dwikorita, dikutip dari ANTARA, pada Rabu, 23 Agustus 2023.

Indonesia, sebagai salah satu lokasi unik di wilayah tropis dengan salju abadi, menghadapi penurunan drastis luas area salju abadi dalam beberapa dekade terakhir.

Baca Juga: PILPRES 2024, Najib Salim Tegaskan Yang Muda Ini Berpotensi Jadi Pemimpi Bangsa

Studi yang dilakukan oleh BMKG bersama Ohio State University, AS, menunjukkan penurunan drastis luas dan tebal gletser di Puncak Jaya sejak tahun 2010.

Tingkat penipisan es yang semakin tinggi tercatat selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2010, tebal es mencapai 32 meter dan penipisan rata-rata adalah 1 meter per tahun hingga 2015.

Namun, saat terjadi El Nino kuat pada tahun 2015-2016, penipisan es mencapai 5 meter per tahun. Data terbaru menunjukkan bahwa dalam rentang waktu tahun 2016-2022, laju penipisan es mencapai sekitar 2,5 meter per tahun.

Dwikorita Karnawati menekankan perlunya upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan pihak terkait lainnya untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

Pengurangan emisi Gas Rumah Kaca dan transisi ke energi baru dan terbarukan menjadi langkah penting yang harus diambil segera.

"Kita perlu terus menjaga dan mengendalikan laju kenaikan suhu dengan cara mentransformasikan energi fosil menjadi energi yang lebih ramah lingkungan.

Baca Juga: Proyek Jalan Tol Probolinggo - Banyuwangi Tahap 1 Hampir Rampung, Namun Masih Ada Ini

"Dalam Dialog untuk Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional di BAPPENAS tgl 21 Agustus yang lalu, BMKG merekomendasikan pula perlunya program yang lebih sistematis dan berkelanjutan untuk Observasi/pemantauan terhadap parameter lingkungan,” tambahnya.

Selain dampak ekologi, pencairan es di Puncak Jaya juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan tinggi permukaan laut secara global.

Baca Juga: Strategi Adaptasi Petani dalam Menghadapi Lonjakan Hama Wereng Akibat Perubahan Iklim

Dampak ini mengingatkan kita akan urgensi perlunya tindakan mitigasi dan adaptasi untuk melindungi lingkungan dan masyarakat di seluruh dunia.

Situasi ini menjadi panggilan bagi semua pihak untuk lebih memahami dan mengatasi perubahan iklim serta melindungi kekayaan alam yang unik dan berharga di Indonesia.***

Editor: Rangga Putra

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah