Menurut keterangan Risma, Tagana memang tidak dibayar oleh Pemerintah, mereka bekerja dengan sukarela, sehingga tak ada salahnya jika HUT Tagana dirayakan sedemikian rupa.
"Yang mereka dengan sukarela membantu tanpa pamrih, tanpa apapun. Bahkan seringkali mohon maaf saat mereka nolong mereka dimarah-marahin," ujar Risma.
"Karena mereka mungkin panik ya. Saya juga kadang kasian gitu kan. Saya bilang, saya aja yang dimarahin, karena saya tahu betapa beratnya tugas mereka," ungkapnya.
"Jadi mereka ngitung, misalkan dirikan tenda sekian menit harus jadi, kemudian masak mereka punya jadwal jam berapa, bikin menu. Kemudian macam-macam lah," imbuhnya.
Meski mendapatkan honor tak cukup besar, namun beberapa Tagana yang pernah membantu Kemensos cukuplah gesit dan terlatih. Bahkan dari mereka tak sedikit bekerja sebagai relawan dan sangat totalitas.
"Saya berharap tagana ini tenaga yang mereka berangkatnya dari hati. Jadi mereka dididik tidak pernah hitung-hitungan. Bahkan seringkali mereka kalau saya misalkan datang satu hari, dua hari. Mereka berhari-hari menyalurkan bantuan," ucap Risma.
Baca Juga: Mensos Risma Kenang Hj. Elmiatie, Seorang Ibu yang Lahirkan Sosok Sahabatnya
Pernah suatu kali Risma bekerjasama dengan para Tagana yang saat itu membantu tempat yang terkena bencana alam, Risma mengetahui jika orang tersebut belum pulang sama sekali.
"Di Majene, mereka ada tidak pulang dua bulan. Nah lumajang bahkan 7 bulan. Itu mereka kadang kalau ada yang warga membutuhkan, misalkan kasur, itu diserahkan, jadi mereka tidur dibawah.