Berada di Wilayah Magetan, Benarkan Maospati Pernah Menjadi Ibu Kota Madiun?

- 10 Juli 2023, 17:00 WIB
Terminal Maospati Magetan
Terminal Maospati Magetan /Maospati.Magetan

 

ZONA SURABAYA RAYA - Saat ini, Maospati merupakan nama salah satu kecamatan yang cukup populer di wilayah Kabupaten Magetan.

Lokasi Maospati yang strategis menjadi alasan utama nama kecamatan ini begitu populer, terutama bagi mereka yang terbiasa melakukan perjalanan Jateng-Jatim via Kota Madiun.

Memang Maospati sendiri dilewati oleh Jalan Raya Nasional yang menghubungkan kota-kota besar Jawa seperti Surabaya, Madiun, Surakarta, dan Yogyakarta. 

Namun, siapa sangka Maospati pernah menjadi pusat kedudukan seorang wedana bupati Madiun.

Baca Juga: Bagi Para Wisatawan Telaga Sarangan, Nikmati Fasilitas Baru Berikut dari Pemkab Magetan

Wedana Bupati Madiun yang dimaksud adalah Raden Ronggo Prawirodirdjo III, yang memerintah tahun 1895-1810. 

Dilansir dari buku Onghokham mengenai sejarah Karesidenan Madiun, Wedana Bupati artinya kepala para bupati di kabupaten-kabupaten yang berada di wilayahnya. 

Magetan, Maospati, dan Genengan (sekarang masuk Kecamatan Kawedanan) merupakan kabupaten-kabupaten yang termasuk ke dalam kekuasaan Raden Ronggo  sehingga tidak mengherankan kalau ayah dari Sentot Prawirodirdjo tersebut menempatkan kedudukannya di Maospati. 

Meskipun demikian, tercatat Raden Ronggo lebih sering berada di Yogyakarta dibandingkan di Maospati, sebab saat itu Madiun di bawah kekuasaan Kesultanan Yogyakarta. 

Baca Juga: Jelajah Situs Sendang Kamal di Magetan, Benarkah Istana Kerajaan Medang Terbakar 1000 Tahun Lalu?

Raden Ronggo sendiri terkenal dengan semangat anti kolonialnya. Oleh sebab itu, ketika dipanggil oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Daendels ke Bogor, Raden Ronggo yang saat itu berada di Yogyakarta menolak dan memilih kembali ke Maospati. 

Raden Ronggo kemudian memproklamirkan diri sebagai Sultan Ing Alaga.

Tindakan Raden Ronggo tersebut menyebabkan Sultan HB II yang sekaligus mertua Raden Ronggo berada di dalam dilema. 

Di satu sisi, Sultan HB II juga ingin mendukung Raden Ronggo dalam melawan Belanda, tapi di sisi lain kekuatan Belanda masih cukup besar. 

Pada akhirnya Sultan HB II mengirimkan pasukan untuk menyerbu Maospati.

Sesampainya di Maospati, pasukan Kesultanan Yogyakarta dan Belanda berhasil menghancurkan keraton Raden Ronggo yang berdiri wilayah tersebut. 

Raden Ronggo sendiri mundur ke utara, yakni ke wilayah Bojonegoro. 

Pasukan Kesultanan Yogyakarta dan Belanda berhasil menghadang Raden Ronggo sekaligus membunuh Raden Ronggo. 

Meskipun Raden Ronggo gagal meraih kemenangan, namun banyak pihak yang menganggap bahwa Raden Ronggo adalah pembuka gerbang bagi perlawanan besar anti kolonial berikutnya, yakni Perang Diponegoro 1825-1830.***

Editor: Timothy Lie

Sumber: Onghokham. 2018 Madiun dalam Kemelut Sejarah. Jakarta: KPG


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x