ZONA SURABAYA RAYA - Peter Vrsansky, dari Geological Institute di Bratislava, Slowakia, dan Gunter Bechly, dari State Museum of Natural History di Stuttgart, menemukan spesies terjebak di amber (resin pohon yang memfosil) di Noije Bum, Myanmar.
Saat menganalisisnya, Vrsansky mengatakan bahwa kecoa itu punya kaki yang panjangnya tak biasa dan kepala yang relatif bebas berotasi.
Kecoa purba predator itu terus berevolusi dan kini hanya menyisakan satu jenis turunan, yaitu belalang sembah.
Belalang sembah memiliki karakteristik kaki depan seperti Manipulator modificaputis dan merupakan kerabat dekat dari kecoa.
Baca Juga: Menjadi Kebutuhan Utama Manusia, Namun Faktanya 1,3 Miliar Ton Makanan Dibuang Setiap Tahun
Lewat penemuan ini, Vrsansky menyarankan revisi klasifikasi Dictyoptera, super-ordo yang mencakup bangsa termit, kecoa, dan belalang sembah
Atas dasar itulah, dalam publikasinya di jurnal Geologica Carpathica pada April 2015, Vrsansky dan Bechly menyatakan bahwa kecoa itu adalah predator.
Peneliti mengatakan, kecoa itu berasal dari masa Creatceus, sekitar 100 juta tahun lalu.
Dilansir Zonasurabayaraya.pikiran-rakyat.com dari artikel New Scientist yang terbit pada Kamis 30 April 2015, dikatakan bahwa pada masa dinosaurus, ada banyak jenis kecoa predator.
Baca Juga: Tak Bisa Asal Foto, Faktanya Bahwa Semua Ponsel di Jepang Tak Ada Fitur Silent Shutter
Artinya, kecoa tersebut berasal dari masa dinosaurus.
Meski demikian, ukuran tubuh kecoa itu tetap terbilang kecil. Panjang tubuh kecoa yang terawetkan hanya 4,5 mm, sementara lebarnya lebih dari 2 mm.***