ZONA SURABAYA RAYA - Asia Tenggara selalu menjadi arena ketegangan yang menarik dalam persaingan militer antara negara-negara di kawasan ini.
Baru-baru ini, Indonesia membuat gebrakan besar dalam upaya modernisasi militer dengan mengakuisisi jet tempur Rafale buatan Prancis.
Tidak hanya itu, dampak dari kedatangan jet tempur Rafale Indonesia juga dirasakan oleh Malaysia.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang akuisisi Rafale oleh Indonesia dan bagaimana hal itu mempengaruhi Malaysia.
Baca Juga: Perang Teknologi Kapal Selam: Indonesia Batal Beli Scorpene? Todaro Jadi Pilihan?
42 Unit Jet Tempur Rafale
Jet tempur Rafale adalah salah satu senjata udara paling canggih yang diproduksi oleh Prancis.
Keunggulan Rafale terletak pada kemampuannya untuk beroperasi dalam berbagai jenis misi, mulai dari serangan udara hingga pengintaian.
Indonesia telah mengumumkan rencana untuk mengakuisisi 42 unit Rafale, yang akan tiba dalam beberapa batch selama beberapa tahun mendatang.
Indonesia Memimpin di Asia Tenggara
Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengadakan kesepakatan untuk membeli Rafale.
Dengan mengumumkan pembelian 42 unit ini, Indonesia telah menetapkan dirinya sebagai pemimpin dalam pengadaan pesawat tempur canggih di kawasan ini.
Pada bulan September 2022, pembayaran untuk enam unit Rafale pertama telah dilunasi, dan mereka diharapkan tiba di Indonesia pada tahun 2026.
Bagaimana dengan Malaysia?
Kedatangan Rafale Indonesia telah menciptakan ketegangan di antara negara-negara tetangga, terutama Malaysia.
Baca Juga: KRI Tuna 876 Siap Bertugas! Kapal Patroli Cepat Buatan Dalam Negeri yang Canggih dan Modern
Malaysia sebenarnya juga tertarik untuk membeli Rafale dari Prancis. Pabrikan Rafale bahkan telah mempromosikan pesawatnya di Malaysia.
Namun, karena alasan tertentu, Malaysia tidak melanjutkan pembelian ini, dan Indonesia mengambil peluang ini.
Ketegangan yang Diciptakan oleh Rafale
Malaysia boleh jadi merasa iri terhadap Indonesia yang berhasil mendapatkan Rafale, mengingat keduanya memiliki tujuan serupa dalam memodernisasi armada jet tempur mereka.
Namun, masalah utama yang dihadapi Malaysia adalah kondisi keuangan yang kurang baik.
Sebagai negara dengan anggaran pertahanan yang terbatas, Malaysia hanya mampu membeli jet tempur ringan, yaitu FA-50 buatan Korea Selatan.
Melansir media Malaysia World News, pada tahun 2019, Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mengungkapkan bahwa negara mereka tidak mampu membeli jet tempur mahal seperti yang dimiliki oleh negara tetangga.
Ini menunjukkan bahwa meskipun Malaysia berkeinginan memiliki jet tempur canggih seperti Rafale, kenyataannya adalah bahwa mereka harus mempertimbangkan anggaran mereka dengan hati-hati.
Penjualan Rafale di Tingkat Internasional
Penjualan Rafale di tingkat internasional telah mengalami perkembangan positif dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa negara seperti Mesir, India, Yunani, dan Indonesia telah membeli Rafale untuk memperkuat kemampuan pertahanan udara mereka.
Rafale telah terbukti efektif dalam misi tempur di berbagai medan, terutama di Timur Tengah.
Namun, penting untuk diingat bahwa Rafale tetap memiliki pesaing yang kuat di pasar senjata internasional yaitu F-35 dari Amerika Serikat.
Jet tempur siluman F-35 milik Amerika Serikat disebut-sebut telah mendominasi pasar senjata dunia, khususnya di bidang aviasi.
Beberapa negara, seperti Belgia, Polandia, Swiss, dan Finlandia, telah mengakuisisi F-35 dalam jumlah besar.
Karena F-35 telah terbukti sebagai pesawat tempur siluman yang sangat canggih, Rafale akan menghadapi persaingan sengit dalam mencari pembeli baru.
Baca Juga: Upgrade Pesawat Tempur F-16 Setara Viper Bergantung Hasil Pemilu 2024? Bagaimana Nasib F-15EX?
Walaupun demikian, penjualan Rafale telah mengalami peningkatan sejak tahun 2015, dan tahun 2022 menjadi tahun puncaknya.
Rafale dalam Medan Tempur
Menurut penelitian, Rafale adalah jet tempur Eropa yang paling banyak digunakan dalam medan tempur asli, terutama di Timur Tengah.
Rafale telah digunakan dalam berbagai misi, mulai dari pengintaian hingga operasi tempur di Irak dan Suriah.
Hal ini membuatnya menjadi jet tempur yang ditakuti oleh kelompok-kelompok militan di kawasan tersebut.
Kesimpulan
Kedatangan jet tempur Rafale Indonesia telah menciptakan suasana berbeda di Asia Tenggara, khususnya dengan Malaysia.
Meskipun Malaysia memiliki minat dalam mengakuisisi Rafale, keterbatasan anggaran menjadi hambatan utama.
Sementara itu, Indonesia telah menjadi pemimpin dalam pengadaan pesawat tempur canggih di kawasan ini.
Rafale tetap menjadi pesaing kuat di pasar senjata internasional, meskipun harus bersaing dengan jet tempur siluman F-35.
Kemampuannya dalam medan tempur telah membuatnya diminati oleh beberapa negara, termasuk Indonesia.
Dengan demikian, Rafale akan terus menjadi perdebatan di antara negara-negara di Asia Tenggara yang berupaya memperkuat pertahanan udara mereka. ***