Johannes Widodo menyampaikan bahwa dengan memaknai elemen intangible nya, diharapkan mahasiswa dapat menggali hal-hal yang lebih dalam untuk menjadikan arsitektur sebagai wadah dari human, culture, dan nature yang adaptive berdasarkan sikonnya.
Senada itu, Yori menyatakan bahwa seharusnya tidak banyak orang Indonesia mengerti tentang arsitektur nusantara.
“Justru banyak orang luar negeri mengerti dan mengagumi budaya Indonesia yang dalam hal ini arsitekturnya,” ungkapnya.
Dikatakan bahwa orang luar negeri lebih tahu tentang arsitektur peninggalan penjajah yaitu Belanda.
Banyak yang mengatakan arsitektur khas budaya Indonesia ini seperti membicarakan tentang masa lalu dan masa kekelaman.
Padahal, lanjut Yori saat kita memasukan unsur budaya nusantara, itu bisa jadi ciri khas karya desain kita.
Arsitektur nusantara jangan hanya dilihat sebagai bangunan, itu imbuh Yori ada harta karun yaitu gotong royongnya, adaptasinya terhadap iklim, budaya lisannya, dan sebagainya.
Kemudian lebih lanjut Susan menyatakan bahwa wawasan ini sangat penting bagi mahasiswa untuk mempersiapkan mereka nantinya mampu menaklukan pasar nasional maupun internasional.
“Jika mahasiswa terpaku pada elemen yang berwujud (tangible) saja, yang terjadi adalah mengimitasi elemen-elemen fisik ke dalam bangunan masa kini, yang mungkin justru menjadi tidak relevan,” katanya.
“Dengan belajar elemen tak benda (intangible) diharapkan mahasiswa dapat menggali makna yang lebih dalam untuk menjadikan arsitektur sebagai wadah dari human, culture, dan nature yang adaptive berdasarkan sikonnya.